Rabu, 31 Desember 2014

Dreadliest Moment of the Year

Saat perjalanan udara pulang ke Juanda pertengahan bulan Desember.
Jam 8.30 malam, setelah guncangan terlama dan terkeras yang pernah saya alami saat naik pesawat, turunlah hujan dan kilatan petir yang kelihatan dari jendela di sebelah saya.

That... was the very first time I said to myself,
"I want to live,"

Memuakkan menyadari bahwa 'your life is on the edge' tapi tidak bisa melakukan apa-apa.
Ditambah bahwa saya sadar bahwa di bawah kami adalah laut dan saya tahu soal tekanan air walaupun nilai fisika saya maks cuma 70.

Rute yang saya lalui kebetulan adalah rute yang dilalui oleh sebuah maskapai lain yang dikonfirmasi jatuh di akhir Desember.
Saat saya menulis ini, ada rasa empati yang tidak pernah saya rasakan sebelum ini terkait kabar jatuhnya suatu pesawat. Kali ini entah kenapa ada rasa sedih bercampur syukur saat menonton berita di tivi.

Tak berhenti saya bersyukur bahwa saya masih berkesempatan membuat postingan ini, yang artinya saya masih hidup.

Semoga Allah memberikan kemudahan jalan dan pengampunan dosa bagi mereka yang dipanggil-Nya.
Amiiiinn...

Selasa, 30 Desember 2014

Silliest Thing I Did This Year

Terjadi di bulan November 2014, detilnya ada di sini >> Another Day in Jakarta

Intinya, saya salah cara membuka pintu (harusnya saya dorong tapi saya tarik), bwahahahaha XD
*saya masih merasa bodoh kalau ingat momen yang itu*

Sudah sempat mau manjat keluar ruangan lho, hehehehe :D

Lebih silly lagi adalah karena saya tidak malu mengakuinya dan menceritakannya kemana-mana.
Dan saya pun dipuji (atau ini sarkasme ya?), "Kamu tu, jujur banget sih?

Okelah, sepertinya itu sarkasme.

Whatever, momen yang itu definitely The Silliest Thing I Did This Year!!
*kemudian kembali ngakak"

My Song of the Year

Surprisingly bukan Owl City, hahaha :D
My song of the year adalah tembang milik BoA berjudul: 

'Masayume Chasing'

Oke begini penjelasannya:
  • Masayume artinya berasal dari kata 'yume' yang dalam bahasa Jepang artinya 'mimpi'
  • 'Masayume' adalah istilah Jepang yang artinya 'mimpi yang terwujud' (kata Mbah Gugel 'dream that comes true'). Beberapa translator menyebutkan arti kata 'masayume' sebagai 'true dream'
  • Jika dipasang bersama kata 'Chasing' maka artinya kurang lebih adalah 'mengejar mimpi hingga mimpi tersebut terwujud'
Dirilis tahun 2014 sekitar bulan April, lagu ini nyantol waktu saya kebetulan nonton salah satu anime yang dirilis di bulan tersebut. Yupi, ini adalah opening song dari salah satu anime paling booming di tanah Doraemon sana. Bagian yang paling nyantol saat saya pertama kali dengar adalah lirik baris pertamanya:

'yume no otte mayoikonda kokoro no mori no oku'

Oke begini penjelasannya:
  • 'Yume' seperti yang telah saya jelaskan, artinya 'mimpi'
  • 'Yume no otte' adalah bentuk partikel kata kerja yang artinya 'mengejar mimpi'
  • 'Mayoikonda' artinya 'tersesat' 
  • 'Kokoro' secara umum sudah diketahui artinya adalah 'hati'
  • 'Mori' artinya adalah 'hutan'
  • 'Oku' artinya 'jutaan'
  • Jika digabung semua, maka 'yume no otte mayoikonda kokoro no mori no oku' artinya adalah 'saya mengejar mimpi, lalu tersesat dalam hutan jutaan hati,' (nah kan? Bahasa Indonesia itu kadang ndak ekspresif... mari dirubah ke bahasa yang lebih ekspresif: "I chased my dream and got lost inside the forest of million hearts" nah... better, hahaha :p)
Dari mana saya belajar Bahasa Jepang? Most of the time, otodidak. dengan satu setengah tahun ikut ekskul Bahasa Jepang waktu SMA.

Terkait Masayume Chasing, ada blog yang bagus sekali translate-nya: nih vahliahimelyrics.blogspot.com. Lirik aslinya juga ada di blog yang sama.

Oh, dan kalau ingin lihat OV-nya ada di YouTube, but, uh... sungguh beda dari ekspektasi saya saat pertama kali dengar lagu ini.
Korea banget! Ya iya sih, BoA asli Korea, hahaha, tapi kan liriknya Bahasa Jepang jadi bayangan saya duluuu... OV-nya akan berbau Jepang juga. 
Yang ternyata tidak, hahahaha :D

Btw, saya bukan fans artis Korea. Saya cuma betah sekali nonton OV-nya habis itu cukup dengar mp3nya saja.
The OV is cute, but not really my taste.

Maybe because I am a girl, ahaha :p

Well, whatever.
Still, this is my song of the year.



Senin, 29 Desember 2014

Worst Thing of the Year

... is ... ... being lied to.

Makes you unable to trust the person again, no matter how hard you try.
A little lie is fine and can be overlooked, but a big fat lie is out of question.

Why would people lie?
The answer is to protect something, or, someone, or, themselves.

As the time flows, forgiveness will come for sure.
But there is a crack in the trust that is unrepairable.
A crack that hinders further trust.
A crack that blurs all generousity ever happened.

There is nothing ever more vexing than being unable to trust someone you used to trust with all your heart.

I'm not being naive here. Everyone, you and me, must have at least one person we really trust.
When they can become our biggest strength, they also pose as our biggest pitfall.
Still, as human, we trust others, accidentally or not.

People hurt because they wish upon their trust.
When a big fat lie reveals itself, for me, it is the worst moment.

Best Wisdom of The Year


have learned it the hard way.
---


P.S. why snow? well that's the one came into my mind when I made this.

Minggu, 28 Desember 2014

Silliest Judgement of the Year

Kalau napak tilas perjalanan selama setahun ini, ada beberapa judgement yang dibuat oleh beberapa orang di sekitar saya.
Bukan sekedar judgement biasa, lebih seperti 'mantera' yang mereka sebul ke saya terkait masa depan saya...

... yang semuanya (pada akhirnya) tidak berlaku ke saya, btw.


One said, "Kau pasti bakal bosan pakai ransel dan mulai pake tas jinjing,"

The fact, ransel masih jadi pilihan saya di hampir segala situasi. Lihat deh, lihat deh, para pembicara seminar yang keren-keren kebanyakan juga pakai ransel.
Siapa tahu kalau pake ransel terus bisa ketularan gitu? Hehehe :D
Alasan saya suka pakai ransel adalah:
1. Kedua tangan saya bebas bergerak
2. Saya bisa ngautis dengan lebih nyaman pake dua tangan i.e. kadang saya ngetik atau (lebih parah lagi) main game sambil jalan

Selasa, 23 Desember 2014

Silliest Question of The Year

the silliest question of the year was...

"Kukira kamu bakal berhenti main game online?"

and my answer was...

"Hah?" (Kemudian menjelaskan panjaaaaaaaaang tentang mmo)

and the reason of the question was...

...entahlah saya juga tidak tahu... hahaha... coba tanyalah sama yang tanya ke saya, nih akun twitternya @wathee_fullmoon, hahahaha XD

Senin, 22 Desember 2014

Meja Kerja Saya

Di malam yang mendung di kota Malang, setelah seharian kabur dari orang-orang yang mengejar saya dengan tagihan laporan (haha, berasa orang punya utang dan diuber rentenir), maka saya pun akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan semua laporan malam ini.

Dan okelah, jika postingan ini terposting, pasti ada yang nanya, "Lhah katanya bikin laporan malah ngeblog jam 10 malam,"

Sebenarnya lebih parah dari itu sih, ini lho yang saya lakukan di meja saya:


Memento of the Rain

Let's say this first,
"in rain we think,"

Which is obviously true.
It is too much for not thinking about anything when I am stuck with Plue for one hour in heavy downpour.
My mp3 rewinds back to the first title but I am still getting nowhere.
What makes me think?

The songs.

Call me weird to list the mp3 here but I'd like to remember it someday when I stumble back into this post.

So, this is the list:
  1. Shooting Star -Acoustic Ver (Owl City)
  2. Unwritten (Natasha Bedingfield)
  3. 3 Things (Jason Mraz)
  4. Brave (Josh Groban)
  5. Kimi to Kare to Boku to Kanojo to (Breathe)
  6. Holding On and Letting Go (Ross Copperman)
  7. Shine (Jason Mraz)
  8. Shake It Off (Taylor Swift)
  9. You're Not Alone (Owl City ft Britt Nicole)
  10. Here's to Never Growing Up (Avril Lavigne)
  11. Sweeter than Fiction (Taylor Swift)
  12. Shatter Me (Lindsey Stirling ft Lzzy Hale)
  13. Gold -Acoustic Ver (Owl City)
  14. Hysteria -Acoustic Ver (Nano)
  15. Titanium (David Guetta ft Sia)
  16. Wolf Bite (Owl City)
  17. If No One Will Listen (Kelly Clarkson)
  18. Let It Go (Demi Lovato)
  19. Collide -Acoustic Ver (Howie Day)
  20. Burn (Ellie Goulding)
  21. Neon Lights (Demi Lovato)
  22. Beautiful Times (Owl City ft. Lindsey Stirling)
  23. Brave (Sarah Bareilles)

Minggu, 21 Desember 2014

From Rainfall to Rainbow.

my flight, one day in December 2014

Setiap tahun, saya membuat semacam kaleidoskop berisi hal-hal yang saya alami setahun terakhir, namun tahun ini, sebuah konklusi datang di kepala saya pasca seorang sahabat saya menelepon saya dari suatu tempat nun jauh di sana…
… dan membuat saya sadar, sekali lagi, tentang kehidupan saya di balik kaca.


One said, “I envy you. You have your passion, while I do not know what kind of passion I should have,”

Passion saya adalah yang membawa saya hidup seperti kehidupan saya saat ini. Sekilas, nampak seperti kehidupan serba nyaman dan tanpa cela.

Alhamdulillaah, I am blessed. Adalah sebuah rahmat, bahwa saya bisa hidup seperti kehidupan saya saat ini. Tak pernah lelah saya bersyukur atas hal yang telah dilimpahkan-Nya pada saya. Tidak sempurna memang, tapi saya bersyukur memiliki semua hal ini.


One said, “You have a strong front, positive attitude, and untamed determination,”


Saya punya kecenderungan untuk selalu berusaha sebaik mungkin. Saya juga punya kecenderungan untuk tidak menyerah sampai titik darah penghabisan (oke, klise). Saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri, ‘selalu ada jalan’, ‘pasti ada jalan’, pasti ada pemecahan’, ‘pasti akan baik-baik saja’.


One said, “Your personality resembles both gentle snow breeze and tough wolverine,”


Mereka yang kenal saya cukup lama akan memahami bahwa saya kadang memiliki beberapa persona yang saya gunakan. Mereka selalu bilang bahwa seorang siennra yang tidak ada halus-halusnya dan kadang asal ngeplak akan berubah menjadi halus dan sopan di depan pasien. Well to tell you the truth, I am, basically, a medical doctor (who never really realized this fact until my last month of professional training).

Mereka yang baru kenal saya akan mengatakan bahwa passion saya mengajar terlihat sekali di kelas. Kala saya menjelaskan sesuatu, kala itulah passion saya paling terlihat. Sejak masa sekolah dulu, saya sering dipuji karena kemampuan saya menjelaskan ke orang lain.

Permasalahannya, saya tidak selalu mau menjelaskan, ahaha :p


One said, “You are… perfect,”


Entah kenapa ada yang menyebut saya demikian. Mungkin karena saya seorang dokter? Mungkin karena saya seorang dosen? Mungkin karena orang tua saya?

Sejujurnya sih, saya tidak suka dikenal orang karena orang tua saya. Sejujurnya juga, saya juga tidak seberapa suka jika dipuji-puji orang karena saya seorang dokter. (Yah walaupun harus saya akui bahwa kadang gelar dokter ini agak ‘memudahkan’ di beberapa aspek). Intinya adalah, saya lebih suka dikenal orang sebagai saya, seorang individu biasa tanpa atribut apapun berupa gelar dan keturunan.

Ada beberapa orang yang menganggap saya ‘angelic’, karena yang pernah mereka saksikan adalah sisi saya saat mengajar atau berhadapan dengan pasien. Seriously, bahkan beberapa sahabat masa kecil saya kadang tidak percaya bahwa saya juga punya sisi ‘not-too-angelic’ alias manusiawi.


In fact, I have been living in a glass since very beginning.


Saya terbiasa menjadi sorotan orang di sekitar saya. Pujian dan seru kekaguman sudah kenyang saya dapat sejak saya kecil. Banyak yang bilang saya cerdas. Banyak yang bilang saya bisa menjadi apapun yang saya bisa. Alhamdulillaah, saya mensyukuri semuanya.

Sejak kecil, saya akrab dengan ranking pertama. Saya akrab dengan nilai tertinggi di kelas. Barulah ketika SMA saya keluar dari comfort zone dan bertemu dengan sejumlah besar orang yang jauh lebih cerdas daripada saya. Ibu saya pernah berharap bahwa saya bisa ranking satu sekali saja saat SMA, namun tidak pernah kesampaian karena isi kelas saya adalah orang-orang yang brilian. Lebih jauh lagi, saat masuk ke tahun ketiga, entah bagaimana saya kecantol di satu dari dua kelas unggulan di sekolah…

Haha, jangankan ranking pertama, masuk tiga besar saja sudah harus jumpalitan :D
Mungkin ibu saya adalah satu-satunya ibu yang tidak bahagia saat anaknya masuk kelas unggulan, ahahaha :p


In fact, most people see what they want to see, not what they need to see.


Saat masuk kuliah, saya bertemu dengan makin banyak orang yang jauh lebih cerdas daripada saya. Menjadi butiran debu diantara orang cerdas bukan lagi hal yang aneh bagi saya saat itu :)

Entah bagaimana, saya menjadi mahasiswa pertama di angkatan saya yang lulus ujian skripsi pada semester ketujuh, 18 November 2008. Saya juga masih ingat ada seorang teman saya (yang notabene SAMA SEKALI SELAMA 3,5 TAHUN tidak pernah menyapa saya) tetiba mendatangi saya dan bilang begini, “Kok bisa sih kamu sudah ujian? Kok bisa?!” dengan wajah masam dan jelas-jelas tidak rela saya ujian duluan. Yah maklum sih, dari segi nilai, saya memang bukan apa-apa dibandingkan teman saya itu.
Tidak banyak yang tahu bahwa saya sudah memulai penelitian di awal semester kelima, jadi wajar kan kalau semester ketujuh saya sudah ujian?

Selama kuliah, saya orang yang biasa-biasa saja, sama sekali bukan mahasiswa yang menonjol. Apalagi selama masa koas, hahahaha XD sudah pernahkah saya bilang berapa kali saya kena jackpot selama koas sehingga nilai saya banyak yang terjun payung?

Saya diterima sebagai mahasiswa S2 sebelum saya lulus dokter. Lucunya, hal inipun juga membuat beeberapa teman saya ngambek, entah kenapa, hahahaha XD
Seorang mahasiswa unggulan di kelas saya bahkan sempat menunjuk-nunjuk saya sambil bilang, “Dia keterima S2? Dia?!”

Laughable. Hahahahaha, masbulo ane keterima sekolah lagi? XD

Saat saya diterima sebagai dosen di tahun yang sama dengan saya keterima S2, banyak pihak yang menuding saya diterima karena orang tua saya. It took all of my willpower not to kindly deliver a deadly punch to anybody ever said that.
Lebih parah lagi ketika saya keterima PNS, waow, santer sekali dugaan keterlibatan orang tua saya di balik diterimanya saya menjadi PNS. Orang tua saya sama sekali bukan petinggi, fyi, dan keluarga saya sama sekali bukan keluarga yang ingin saya mencapai sesuatu dengan hal seperti itu.
Walaupun tidak bisa membuat semua orang percaya tapi saya ingin menyatakan bahwa segala hal yang saya capai saat ini adalah karena kerja keras saya.

Saya lulus S2 dengan nilai cumlaude, yang sangat saya syukuri. Menurut saya, itu adalah hadiah yang bisa saya berikan pada orang tua saya sejak saya tidak pernah lagi bisa menjadi ‘ranking satu’ selepas lulus SMP.

Ada sinetron tersendiri di balik nilai cumlaude saya, tentang bagaimana suka duka saya menghadapi penguji super duper killer dan upaya saya untuk publikasi internasional agar saya bebas ujian akhir tesis. Banyak orang mungkin hanya melihat gelar cumlaude di samping nilai ijazah saya. Hanya sedikit yang menyaksikan bagaimana saya berjuang tetap berdiri dan tersenyum saat penguji saya mempermalukan saya di seminar hasil saya.

Tidak banyak juga yang tahu bahwa selama S2 itulah saya mengalami banyak peristiwa yang merubah saya. Satu kehilangan terbesar yang pernah saya alami terjadi pada masa menjelang proposal tesis saya, dan sejujurnya saya butuh waktu sangat lama untuk bisa menerima kenyataan.

Tidak banyak juga yang tahu bahwa penelitian saya sempat gagal total sehingga saya harus mengkonsep ulang dan melakukan percobaan ulang.

Tidak banyak juga yang tahu bahwa mata kiri saya menjadi minus 5.25 karena sebuah kecelakaan saat saya melakukan penelitian saya.

Tidak banyak yang tahu.
Yang banyak diketahui adalah nilai saya, cumlaude.


One said, “I wish I could be you, someone who has almost everything, who can get almost everything,”


Yah, itulah yang sering saya dengar dari orang-orang di sekitar saya. Banyak yang ngefans sama saya, uhuk, okelah, revisi, banyak yang mengagumi saya. Alhamdulillaah…

Walaupun kadang agak kurang realistis sih…
Hehe, sesempurna apapun saya di depan orang lain, tidak banyak yang tahu bahwa saya juga punya masa-masa dimana saya merasa hopeless. Saya punya masa-masa saat saya hanya ingin menyerah, hanya ingin menghilang, hanya ingin lari dari segalanya. Saya punya masa-masa saat saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan.
Saya punya masa-masa terburuk dimana saya hanya bisa memeluk lutut tanpa bisa mengangkat kepala sedikitpun.

I am a human. I just… don’t like to stay that way too long.


In fact, I lost many times, I cried many times.


Ada banyak kesempatan yang saya lewatkan dalam masa setahun ini. Sebagiannya saya lewatkan dengan langkah yang… yah, lumayan menyakitkan, hahaha :p
Kadang langkah saya berat karena diri saya sendiri, kadang langkah saya berat karena tekanan dari sekitar saya. Yah, dunia ini kadang kejam dan mematikan semua senyuman. Tapi sesungguhnya, kebahagiaan adalah pilihan.

And being weak is not me. Saya selalu berkata pada diri saya sendiri di saat saya gagal, “Masa lalu tidak bisa diapa-apakan lagi, yang penting adalah bagaimana sekarang dan bagaimana besok, apa yang harus dilakukan setelah ini,”. Memandang jauh ke depan adalah cara saya menghadapi keburukan yang menimpa saya.

Tidak mudah memang, saya membutuhkan waktu bertahun-tahun dan mengalami berpuluh-puluh hal yang membuat saya broken-hearted untuk bisa memicu otomatisasi otak saya untuk berpikir demikian. The strong me, is the result of something else.


In fact, for me, a strong person is not someone who can hold on perfectly, but someone who shows ability to accept whatever the fact and turn it into strength. From rainfall, to rainbow.


Kita tidak perlu membuat semua orang tahu apa hal baik dan apa hal buruk yang terjadi pada kita, karena toh kita tidak akan bisa membuat semua orang memahami kita. Apa yang nampak baik di mata orang lain mungkin tidak seindah itu di mata kita, dan sebaliknya.

Seperti apapun kita, pasti akan selalu ada orang yang mendapatkan celah untuk mengatakan ‘sesuatu yang baik’ dan ‘sesuatu yang buruk’.

Saya berhenti untuk melihat kegagalan-kegagalan saya sebagai hal yang melemahkan saya sejak berbulan-bulan yang lalu. Biarlah kegagalan saya berlalu, karena saya yakin itulah cara-Nya membuat saya melepaskan hal yang tidak membawa kebaikan bagi saya kedepannya.
Apapun penilaian orang lain, baik atau buruk, kelewat baik atau kelewat buruk, saya sudah memutuskan untuk tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.


In fact, this is my life, mine to decide.


Kedepan, mungkin akan ada banyak tantangan lagi yang menunggu saya, wow bahkan saya belum menyelesaikan pe-er tantangan saya tahun ini, hahahaha :p
This year, surely I was bruised a lot, well, with some avulsions too, but hey, I am still alive :)
Saat Ia membukakan jalan bagi kita, maka Ia jugalah yang akan menunjukkan pada kita kemana kita sebaiknya melangkah.


In fact, after all the storms throughout this year, I have nothing to be too afraid of. Maybe this is the reason why everyone keeps saying, “You are strong,” which sounds silly for me. I am not that strong, though maybe I am presevere a little bit longer than most people.

Though maybe, I do have magic to turn rainfall into rainbow.

---



Bye 2014, thank you for all great things.

#np Holding on and Letting Go ~ Ross Copperman 

Minggu, 30 November 2014

Another Day in Jakarta

Haha, Jakarta, salah satu kota penuh cerita nomor dua setelah kota favorit saya.

Kamis pagi di bandara Abd Saleh, begitu nggledek koper keluar dari mobil ayah saya terdengarlah panggilan untuk penumpang pesawat C agar segera masuk ruang tunggu.
Yah, dalam kondisi masih teler pasca mengawal salah satu event besar, saya pun kaget mendengar pengumuman dan melesat masuk untuk check in.
Begitu boarding pass sudah di tangan, barulah terpikir...
"Kan masih satu setengah jam dari jadwal berangkat, kok sudah dipanggil?"
... dan...
"Lha aku kok ndak telpun orang-orang dulu ya? Emange mereka udah pada datang?"

Dan benar saja, belum ada rombongan saya yang datang, hahaha..
f(-__-")

Lima belas menit kemudian barulah rombongan saya datang satu persatu.
Maka seat saya mencar jauuuuh dari rombongan saya.

Yang saya syukuri karena saya dpt seat 8 sedangkan rombongan saya di seat 23 :p

Ternyata, saya bersebelahan dengan suami teman SMA ibu saya. Hahaha, jadi ibu saya punya teman. Temannya nikah sama orang. Nah terus orangnya ketemu sama saya.
Oh teman ibu saya perempuan btw :p
(sungguh tatabahasa yg kacau)

Dan ternyata orang sebelah saya tadi juga kenal dengan ayah saya.

Dunia ini sempit :p

Setibanya di bandara, saya dijemput panitia acara dan memulai perjalanan ke penginapan P. Melewati suatu jalan yang ada kata Satrio-nya, kami salah ambil jalan layang sehingga bablas ke Sudirman.
Lucunya, setelah kami sudah balik kanan, kami salah ambil jalur via jalan layang lagi, hahaha :p
Well yah, sang panitia ini katanya si keburu lapar gitu.

Maka kami pun menyalakan GPS dan memulai petualangan via jalan Jerry (jalan tikus) di area Pedurenan.
Fyuh... sebuah pelajaran berharga... Sebuah jalan yang nampak besar di GPS belum tentu benar-benar besar dan sebaliknya. Maka mobil merek A kami pun harus mundur teratur kembali ke jalan yang tadi...
(merek A ini (bukan) Alphard)

Jam sudah menunjukkan lewat pukul 13.00 dan makin laparlah kita, hahaha :p

Singkatnya, setelah muter-muter Pedurenan kami akhirnya keluar ke Rasuna Said dan menemukan penginapan P (yang ternyata jalan masuknya sudah kami lewati sebanyak 3x)

Agh...

Next day, hari Jumat, saya yang mengantuk memutuskan untuk menaati terjemah 'coffee break' sebagai ngopi.
Yang saya segera sesali karena kopi yang disediakam panitia adalah tipe Arabika (eh yang asam tu Arabika apa Robusta ya? Kayaknya sih Arabika... haha lupa... pokoknya kopinya asam gitu lah),

Nah, akibat asam itulah, maka gaster saya pun protes.
Lambung saya menolak menerima tegukan ketiga dari kopi tersebut, padahal saya biasanya tawar kopi :p

Saya pun membuat mental note bahwa saya ndak akan ngopi di venue itu.

Next day hari Sabtu, saya (kalo istilah orang Jawa sih) njarak.
Sudah sadar kalau sebelumnya saya ndak tawar kopinya, hari itu saya (karena saking ngantuknya) ngambil kopi lagi, hahaha :p
Sebenarnya saya sudah nambah krimer dan gula, dan rasa asamnya sudah sangat berkurang, tapi...
.... tapi namanya asam tetep aja asam...

Maka...
Segera setelahnya saya pulang ke penginapan dan glundung glundung di kasur karena sakit perut.
Ahaha... f(-__-")
Akibat geglundungan itulah saya ndak ikut teman-teman saya yang main ke toko buku G (dan temen saya balik ke kamar bawa setumpuk buku sambil bilang, "kau sih pake minum kopi segala, tadi tu heaven banget isinya buku semua yg aku yakin kamu pasti suka!)

Oke... my fault, by all means necessary...

f(-__-")

Then last day, hari ini, Minggu adalah... hari... yang paling...
... paling...
... yah pokoknya intinya begini,
Hmm, kami sudah berkumpul di lobi penginapan P dan menunggu jemputan datang, saat saya memutuskan ke toilet dulu.
Nah...
Mungkin ini berhubungan dengan kelelahan serial sehingga saya tidak 100% tapi yang jelas saya lupa apakah saat masuk toilet tadi saya mendorong atau menarik pintunya..
Seingat saya sih, saat masuk tadi saya dorong pintu jadi logikanya saat keluar, harus saya tarik.

Dan itulah yang saya lakukan.

Dan gagal.

What the...? Sang pintu tidak mau dibuka.

Sebelum panik, saya melihat ke sekeliling dan memutuskan untuk menata napas dulu lalu mengingat-ingat apakah tadi itu pull atau push.

Seingat saya sih tadi push, maka sekarang harus pull.
Dan itulah yang saya lakukan.
Dan gagal.

Oke saya pun melihat ke sekeliling dan mendapat ide 'cemerlang': ayo manjat keluar dan bilang ke manajemen bahwa pintunya terkunci otomatis!
Dan itulah yang saya lakukan.

Setengah hati saya berharap ada kamera pengawas sehingga mereka bakal sadar bahwa ada yang mecungul dari kamar mandi (bukan dengan nada horor),
Tapi segera setelah saya memanjat hingga kepala saya bisa melihat keluar toilet, saya sadar bahwa penginapan tersebut menghargai privasi dengan tidak memasang kamera disitu.

Well, okay, what next?

Saya mengedarkan pandang ke ruang toilet lain dan semua pintu yang terbuka mengarah ke dalam, which means, tadi saya benar-benar push saat masuk sehingga saat keluar saya harus pull.

Well okay sudah saya pull dan tidak bisa maka saya memutuskan untuk tetap manjat keluar (jangan ditanya bagaimana saya bisa manjat tembok, anggap saja saya masih punya ilmu panjat pohon yang saya kuasai 20 tahun silam).
Saya segera sadar kalau space diatas kepala saya akan sangat menyulitkan jika saya nekat manjat keluar.
Saya pun juga melihat minimnya pijakan di sisi lain tembok toilet dan saya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengira-ngira dislokasi tulang apa yang bisa terjadi jika saya salah mendarat.

Terpikir untuk teriak, tapi saya urungkan karena membebaskan diri dengan manjat tembok kedengarannya lebih keren daripada teriak minta ditolong.

Merasa perlu menyusun strategi memanjat, saya pun kembali turun dan berhadapan dengan pintu usil yang entah bagaimana mengunci sendiri itu.
Well what a lucky day saya tidak membawa serta hape saya sehingga saya tidak bisa kontak ke teman-teman.

Berdiri di depan pintu, saya mulai mengamati engsel pintu yang terlindung dengan lapisan seperti karpet.
Lapisan itu mencegah saya untuk memperkirakan ke arah mana pintu harus dibuka.
Sambil garuk- garuk kepala saya pun berpikir apa yang bakal terjadi jika pintu ini saya dorong, bukan saya tarik seperti tadi.

Maka dengan semangat kepo, saya menggunakan telunjuk saya untuk mendorong pintu dengan perlahan, seakan saya tidak mau memphp diri saya sendiri....

... dan pintu toilet pun terbuka...

... saya melongo...

... uapaaaa???!!

Beberapa milidetik berikutnya, teman saya masuk ke ruangan tersebut dan berkata, "ayo cepetan, jemputan udah datang tuh!"

Dengan senyum inosen saya, saya pun minta maaf dan segera keluar dari toilet untuk bergabung dengan teman-teman saya.
Saat saya menceritakan hal tersebut pada teman-teman saya, semuanya ngakak.

Oke, petualangan saya yang terakhir kali ini di Jakarta adalah saat saya menuju bandara H dengan diantar oleh panitia.
Nah, berhubung panitia dan saya sama-sama capek, entah kenapa kami bablas masuk ke jalan layang (padahal harusnya ndak) dan nyasar ke Jatinegara. Bzzzt... bzzztt...

Syukurlah saya ndak ketinggalan pesawat :'(
Tapi dapat seat no 31, alias pualing buelakang, hahaha :p
Saat saya keluar untuk ambil bagasi, koper saya ngorok sendirian di roda yang sudah berhenti, hahahaha :p

Moreso, itulah yang saya alami di Jakarta, dan ohya, syukurlah saya sempat dapat doorprize di akhir acara, walaupun belum saya buka tuh kerdus hadiahnya karena saya sudah ngantuk berat.
Yah mungkin besok pagi.
For now... hmmm... so very sleepy...
Jadi sebaiknya saya tidur, apalagi besok pagi ada upacara jam 7 pagi.

See you again, Jakarta. Keep the memories with you :)

(Malang, 30 November 2014, 23.54)

Jumat, 21 November 2014

Selamat Datang Kembali

Well it is such a troublesome November.

Belum 100 jam setelah Work and Weekend saya posting, sesuatu yang berbeda (baca; sangat berbeda) justru terjadi.

*

Okay sebagai starter, saya menemukan gentamisin milik saya, yang notabene amat sangat saya perlukan dalam penelitian saya. Si genta ini sudah menghilang selama beberapa minggu dan saya sudah memutuskan untuk menghentikan pencarian karena cuaca kurang mendukung...
... uhuk... karena saya sudah lelah mencarinya.

Dan ternyata si genta ini duduk manis nicely tucked like so very safe and sound di ceruk pintu kulkas bahan.

Dan si genta ini menghadap ke depan, yang seharusnya (baca: SEHARUSNYA) akan langsung terlihat begitu kulkas dibuka.

*

Argh, okay, begitulah, saat otak jadi tumpul, maka t-rex di pelupuk mata pun tak nampak...
(bayangkanlah seberapa gede matanya).
Singkat cerita, saya berangkat dari Lab menuju Pasca untuk mempersiapkan kuliah tamu dengan gembira dan penuh semangat (sesuatu yang sudah selama sebulan terakhir nyaris hilang dari keseharian saya bersama Mbah Deadline)

*

Jadi... ... menjelang kuliah tamu terjadi kehebohan soal moderator, karena moderator yang sudah terpilih entah bagaimana ingin undur diri.
Strictly speaking, sebagai rakyat jelata yang membantu sebuah acara di program studi, normally saya tidak akan terlalu memperhatikan siapa moderatornya. Tugas saya sebagai petugas multimedia tidak menaruh 'perhatikan moderator' dalam tupoksi, tapi 'perhatikan speaker'.

Tapi saya melanggar tupoksi saya dan memperhatikan gerak gerik sang moderator.

Kenapa? Tentunya karena moderator saya ini spesial buat saya (wadaw, ada yang ngelempar sepatu) karena beliau adalah mantan penguji saya.
Well, lebih tepatnya nyaris menjadi penguji, karena saya berhasil meraih nilai cukup untuk bebas ujian akhir dan tidak bertemu dengan beliau di kursi panas. Sekilas terkenang upaya saya untuk membebaskan diri dari ujian karena saya amat sangat SANGAT khawatir dengan nilai ujian saya. Saya hampir yakin bahwa saya tidak akan lulus jika saya tidak bisa membebaskan diri dari ujian akhir.

Well I made it alive, sodara-sodara. Worth a fight banget endingnya di tahun 2013.

Maka kuliah tamu pun berjalan lancar, saya berhasil mengawal multimedia dan terutama kelancaran presentasi speaker selama acara berlangsung.
(Oke, sejak dulu saya 'dipercaya' punya skill khusus soal pengawalan yang satu ini dan saya selalu enjoy menjadi pengawal)

Begitu kuliah tamu selesai, saya memasang diri untuk dihujani permintaan mahasiswa yang ngopi kuliah. maka saya menyodorkan laptop untuk mereka isi dengan alamat email mereka sementara saya kukut-kukut peralatan lainnya.
And then that was the moment of truth saat mantan penguji saya mendatangi saya dan menghujani dengan sejumlah besar pertanyaan bernada ketidakpuasan beliau atas kuliah hari itu.

Saya (yang notabene bukan orang yang bertanggung jawab penuh atas hal tersebut) pastinya memiliki dua opsi: diam ketika disalahkan atau mengklarifikasi dengan sopan.

Santai saja, saya lakukan yang kedua kok.
Well at least I was trying to do the second choice, until it got in my nerves so hard and I... uh... kind of... change into offensive mode.
Haha... mungkin saya masih sakit hati atas perlakuan beliau di masa lalu, mungkin saya sudah dalam kondisi terlalu lelah, mungkin sederhananya saya tidak suka disalahkan atas sesuatu yang tidak saya lakukan, atau mungkin ketiga-tiganya benar...
Tapi ya itulah, I shot back the fire thrown at me.

Dan terjadilah sinetron.
Padahal saya pinginnya jadi serial laga.
#eh

*

Kemudian saya kembali ke Lab dan beberapa orang langsung menanyai saya, "Udah selesai nih perangnya?" dan membuat saya ketawa ngakak. Terakhir kali saya membela diri saat disalahkan pada saat saya masih berstatus koas di sebuah rumah sakit, nilai akhir saya kena diskon.
Tapi saya bukan lagi mahasiswa. Saya berdiri di tempat yang sama dengan mereka.

*

Yah begitulah,
Event selanjutnya yang saya alami adalah badai mahasiswa yang mencari saya untuk konsultasi. Yep, bukan hanya kami yang dikerjain sama Mbak Deadline, tapi juga mahasiswa.
Yang mengejutkan, justru saya malah banyak tertawa dan tertawa bersama mereka. Bahkan kami sempat membahas perbedaan umur diantara kami yang sebenarnya tidak begitu jauh.

Membimbing penelitian mereka tanpa diduga memberikan efek positif pada saya. Pada dasarnya saya adalah orang yang sangat kepo, jadi penelitian adalah sesuatu yang sangat saya sukai, karena saat meneliti, saya bebas mengaplikasikan kekepoan saya sampai di tahap manapun.
Dengan meneliti juga, saya memperluas cakrawala kepo saya menjadi lebih dan lebih lebar lagi.

*

Kegiatan pun lalu berlanjut dengan kuliah di siang hari pada hari Jumat. Saat masuk kelas, saya sudah mendeklarasikan bahwa saya tidak akan melarang mereka tertidur karena anginnya sangat semilir. Maklum kelas tersebut semi-outdoor, jadi angin semilir di siang yang panas tidak akan terhalang oleh apapun untuk membelai benak-benak yang lelah.

Saya sebenarnya tidak punya tips apapun dalam menghadapi kelas di siang hari seperti itu, jadi ya saya jujur saja mengatakan bahwa mereka bebas untuk tidur dengan tambahan 'tapi saya akan sangat bersyukur jika kalian mau meluangkan waktu untuk mendengarkan saya sebentar saja'

Dan di akhir sesi tersebut, sembilan dari delapan puluh orang mengacungkan jari untuk bertanya, padahal jam sudah menunjukkan pukul tiga sore.

Guess I did a good job then :)

*

Setelah kuliah tersebut, saya pun berjalan (sempat kesandung) menuju Plue sambil tersenyam-senyum. Ada suatu rasa puas tersendiri yang sudah lama tidak saya rasakan karena pressure yang saya alami. Sejujurnya, saya menikmati berdiri di depan kelas seperti itu karena pada saat itulah juga saya bisa menularkan kekepoan saya pada semua yang hadir.
Hahaha, tidak selalu berhasil sih, tapi cukup membuat suasana lebih tidak seperti kuburan saat kuliah berlangsung :p

Bersama Plue, saya pun menempuh perjalanan pulang. Saat sadar, saya sudah karaokean di dalam Plue dan saya pun tertawa (sendirian).
Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya pulang dengan perasaan seperti itu. Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya pulang sambil karaokean seperti itu.
So i giggled along the road for the sake of weirdness. THIS IS MY OLD UNRESTRAINED SELF.

Saya menyimpulkan bahwa jika ada hal yang paling memberikan kekuatan pada saya, maka hal itu adalah kebebasan.
Bukan kebebasan sebebas-bebasnya, tapi bebas menggunakan potensi saya seperti yang saya inginkan, bebas berdiri di atas kaki saya sendiri tanpa terjebak keharusan tunduk pada sesuatu yang bertentangan dengan saya dan... bebas kepo semau saya.

Hari ini, saya mengucapkan selamat datang kembali pada diri saya yang sebenarnya, diri saya yang bebas berpikir semau saya, bebas mengeksplorasi potensi diri saya sendiri dan mengaplikasikannya sesuai yang saya inginkan (... ... dalam batas normal, tentunya).

Saya mungkin masih bukan siapa-siapa, tapi semua orang juga mulainya dari situ kan? Kalau seseorang sudah di puncak maka ia tidak punya jalan lain kecuali diam atau kembali turun ke bawah.

Life is interesting again once I get hold of my own self again. Once again, I'll do my best once again. If I ever fail again, I will get back up and try again. If I ever cry again, I will accept my sadness and wipe my tears again. If I ever fear again, I will accept the fear and learn to overcome it again.

This is my life, this is my magic.

*

Rabu, 19 November 2014

Work and Weekend

Being an originally morning person, this head works best in very early morning. Most of my leftover works are done by the time sun rises.
My family often says that my head reaches the sharpest edge 15 minutes after I wake up in the morning. I guess it is the compensation of not being accustomed to stay up too late (except for a VERY few reasons). Days when I have duty to prepare breakfast usually ends up with me waking up even earlier.
Inability to wake up early is an initial cue that my life rhythm is being disrupted.

Another thing to consider is my willingness to work hard to the bone during the weekdays. Not that I am saying I am the most hard-working person out there but I do take my responsibility with dead-serious dedication.
My fuel runs down by the end of Friday. As the Friday sun sets, my loco needs recuperation time, which means a nearly-absolute need of undisturbed weekend with my head out of things you define as ‘work’. It also means as undisturbed weekend I can use to explore my other side of life such as quality times with my family, playing around with my friends, or maybe just an undisturbed time between me and my favorite games.
A disturbed weekend means that I will lose some of my ability to do my best in the following weekdays because my fuel is not full enough to tackle all the obstacles. Which is completely terrible for me.
In summary, I work hard, I play hard.

I do well under pressure. I do well with expectations. High one. People can expect me to take high performance responsibilities because I am confident enough with my willingness to learn and upbeat work-drive to complete my tasks under almost all circumstances.
Note that this only applies with my loco being recharged every week.

See where I am talking?
Sure I do not mind if people texts or calls me in weekend, but I cannot repress my urge to turn my phone into airplane mode if those text and call are all about work.
Come on, it is weekend! We are all human and we need recuperation. Can’t some hard workers get their undisturbed time for two days?

Fine, this happened quite frequently these weeks, which means I work under pressure and high expectation for too long. Way to long. Three months with disturbed weekends. The result is ultimate slow disruption of my own rhythm due to excessive tiredness.
Sure I know that everyone is furious to complete their projects because time is running so fast to the end of the year. I cannot blame the situation. I guess this happens because I miscalculated my own ability to stand too long in impression of she-can-do-anything-smoothly. This year I certainly multitask way too much for my own sake.
For weeks, I gradually lose my sharpness and continuously need to stop my work pace every now and then. Prolonged work is undeniable.
Rebellion sounds sweet. Not that I want to. Rephrase, not that I want to spend my energy in rebellion.

I gradually lose my ability to wake up early like I used to be. I did try to maintain my rhythm but slowly I have to surrender to my own tiredness. Especially after some ruined weekends. I almost do not have any fuels left to think sharp and crisp.

Well I did not write this post to blame nor criticize some leaders out there, but I do make a mental note to be a leader that will not disturb their team members’ weekend. For the very least.
I think the root of these deadlines is sloppy time management of both me and the leaders. Like I have said, I miscalculated my own ability. You can say that I overestimated myself. Yes, I did.
I should have seen this time coming. Now that I am already inside this spinning world of everything-is-deadline, I have no choice but to move along and keep doing my task.

As for the leaders, well, I do understand completely that they are far more busier than me, aren’t they? Or they aren’t, are they? Well, whatever, I will not try to badmouth anyone here, because I DO ENJOY BEING THEIR TEAM MEMBER, but I do hope I can do better in future if I have to step up as leaders.
Do not get me wrong, I do not like being in too much spotlights. I enjoy being someone pulling strings from behind the stage. I am confident with my leadership skill, but I do not have that high ambition to become leader.

Leaders supposed to be the most tired person. Responsible leaders, I mean. Though maybe not physically tired. Leaders supposed to be the one with concept and has responsibility to guide (guide, I said, guide) their team to achieve success.
Not that I am trying to say my leaders are bad. They are great leaders, great skills, and great achievement history. It is just that everyone is being chased with a demonic angel by the name of deadline.

Well, let’s just let it go for now. I already feel better when I am writing this down. After this, I just simply have to do my best again. What do you expect? Me saying to my leaders that I am no longer able to finish my task?
Nuh-huh, I will complete this year smoothly. I mean as smooth as I can manage, because leaving work unfinished leaves a really bad taste on my tongue.
Besides, this life is easy to follow. Whenever it gives you difficult times, it supplies you with growing ability to overcome it.

So what is my reason in writing this in a first place? To have some written talk with myself about this difficult time so I will never forget it.
Why English? Because it grasps my emotion a lot more beautiful than my own language. Face it, it is the truth. No worries, I do love my country.


Thanks for reading and I do hope you have a good time.

Senin, 10 November 2014

10 November 2014

I will remember today,
As the day when I jumped higher than the spectacle,
As the day when I finally opened the closed door,

Today I let the real me overcome what I thought I could never overcome,

May Allah continue this story and make a new happy ending for stars of the galaxy.

13.53. With Plue.

Selasa, 04 November 2014

Grant me Courage

I pray to Allah to give me the strength to overcome my fear,
to break down the chain which prevents me to set myself free,
to unfreeze my tongue so I can speak clearly,
to hold myself steady when I am about to break,

Because this kind of fear is just too high to overcome,
yet the future needs me to be brave enough and jump,
because I cannot turn back, nor wander too long,

Because everything happens from one dot, and returns back to the same dot,

I pray to Allah to help me see clearly between the lines, and grant me the courage for every single step I have to make...

...once again. I would like to try, once again.

Senin, 03 November 2014

Flashback

Kadang,

Kangen sama mereka.
Kangen cara mereka (maksa) membuat saya ketawa lagi.
Kangen cara mereka knocking in some sense in my head.
Kangen cara mereka melihat kenyataan dengan cara yang aneh, tapi benar.

Dulu kami bertengkar, rame, kadang saling menyalahkan, kadang melewati batas bercanda dan bertengkar beneran.
Tapi karena mereka ada, saya baik-baik saja saat saya pikir saya akan kenapa-kenapa.

Ne, ano toki wa hontoo ni samishi deshita. Dakedo, kono hito tachi ga itta ra, atashi wa daijoubu datta. Kono hito tachi no okage de.

Minggu, 19 Oktober 2014

Quest 7: unBEARable


Welcome to the House of the unBEARables!

This is the tail of the bears. Since this is just a tail, you can choose to follow the tail and believe it, or not. Well, once upon a time, there is a chivalrous knight named Exazio which befriends a laid back wizard named Cromag. Both of them like bear for its unbearably strange features. Together they formed a guild and Cromag made Exazio step up as the compulsory guild master.



Bear 1: Exazio (hybrid - damage-per-second knight)

Not only being the one who stated the idea of forming a guild, Exazio was the one who first came up with the idea of the guild name. He serves as the guildmaster and one of the main attackers in the guild. Exazio used to specialize in attack and not too much in defense, but recently the comeback of Zegro inspires him to pursue the path of defender. Being the most dynamic person, he levels up faster than anyone in the guild. He catches up with Zegro in term of defense without sacrificing too much offensive power. Exazio is currently the knight in the guild with highest offensive power and only second to Zegro in term of defense. With this advanced skill, Exazio excels at both solo fighting and in party. Cromag calls him ‘the bearmaster’, which is then followed by other guildsmen.
Theme song: 200 Miles  


Bear 2: Cromag (fire - wind wizard)

Cromag was the first guildsman of the guild. He specializes in fire elements and has high ability of magic among people of his level. He is the first guild member to ever reach 1000+ offensive powers. This greatness is greatly compensated with his terrifying defense, even though Cromag has actually mastered the art of defense for wizards. Cromag is blessed with high luck in upgrading his own magical weapon to boost his magic power, which made Exazio frequently states him as ‘troublesome magic bear’. He likes to help the guild apprentices more than leveling up by his own. Bluefeather often said that he used to have blue hair, which turned red after he started to study fire magic. True or not, Cromag himself never confirms.
Theme song: Shooting Star  


Bear 3: Zegro (hybrid knight)

Almost contrary to Exazio who specializes as attacker, Zegro serves a role of both attacker and defender. He has both high defense and high attack power, though his attack is not as high as the guildmaster. Zegro has the highest survivability rate among the guildsmen due to his balance hybrid skills. He used to stay back and let the other surpassed him but recently he got back his title as the number one defender of the guild by surpassing most guildsmen in term of both defensive and offensive power. He has mature aura around him which makes many apprentices like his guidance. Still, as a member of the guild, he shows ability to blend into pranks and quarrels with the youngsters.
Theme song: Happy People  


Bear 4: Ermira (katar – damage-per-second assassin)

She was the first female to join the guild. Though she easily befriended Bluefeather who joined afterwards, Ermira likes to venture on her own. Ermira is third in line after Cromag and Zalbard in term of offensive power. She is frequently compared to Furato in term of girlish action and thus made the two easily clashes with each other. Despite of her demeanor, Ermira excels in wielding deadly weapons, and sometimes scares away people with her cunning outer persona. So far she is the only katar user between assassins of the guild. 
Theme song: Life    

Rabu, 01 Oktober 2014

One Brain

One brain is never enough to solve anything.
So forgive your imperfection.
And forgive others who over expected you to be so very perfect.
Solve things like you have nothing to lose, because no one can actually do better than what you are doing right now.

#selftalk
#selfmotivation

Jumat, 19 September 2014

Stay positive, myself

Biasanya, kalau mulai sering nulis blog, artinya kadar stress mulai menumpuk mendekati ambang batas toleransi.

Is this a diary of me? Sort of it..

Jumat pagi,
Kembali sekali lagi diingatkan oleh Allah bahwa, untuk setiap hal yang dilebihkan, ada hal lain yg dikurangkan,
Dan untuk setiap hal yang dikurangkan, ada hal lain yang dilebihkan,
Allah tidak akan membebankan pada seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Jadi, tidak ada alasan untuk berkecil hati, tidak ada alasan untuk besar kepala, dan tidak ada alasan untuk kurang percaya diri.

Jika setiap hal yang terjadi adalah bagian dari biografi yang ditulis oleh-Nya tentang kita, maka dalam biografi itu pula akan ada pintu keluar dari setiap ruang permasalahan.
Jika tidak ada pintu, mungkin ada jendela.

Hang in there, myself,
Stay positive.

Rabu, 17 September 2014

Kalau Hidup Banyak Rasa...

Ya itulah hidup,
Banyak rasa, kemarin semangat naikin sang wizard, sekarang mendadak dapat tamu PENTING.
Penting sehingga masa depan saya di negeri orang dapat tergantung pada ketemunya saya dengan beliau saat ini...
Banyak rasa, kemarin mbulet kirim surat undangan, hari ini tadi surat undangan dikembalikan karena ada salah tulis.
Banyak rasa, dulu proposal sudah jalan jauh, tetiba harus rombak total sang proposal karena ada anggaran yang belum masuk.
Notabene, posisi saya sekretaris lho, bukan ketua apalagi bendahara.
Lalu kenapa saya yang heboh?
Ya begitulah... hahahaha :p
Banyak rasa, saat kemarin malam (seperti yang saya bilang) saya semangat naikin level sang wizard, saya baru ingat hari ini saya ada jadwal memberi kuliah.
Alhamdulillaah, dengan sedikit acara buka buku ekspress, saya bisa kembali memahami apa yang mau saya ceritakan ke mahasiswa.
Banyak rasa, saat saya beberapa jam yang lalu masih bingung mau cari laptop dengan VGA keren, sekarang mendadak merasa ndak bakalan sempat mindah file kalau jadi beli laptop baru.
Ndak ngaruh sih, saya tetep pingin beli laptop.

Jadi,
Kalau ada yang tanya ke saya,
"Kau lagi sibuk ta?"
Jawaban saya adalah,
"Ndak sibuk kok, cuma lagi pelihara beberapa ekor gajah diatas kepala, doakan aja mereka ndak pipis sembarangan ya..."

Mungkin saya butuh liburan.
Ahaha.... *ketawa aneh*

Kamis, 11 September 2014

My Dream

I do not need anyone to tell me that I have to go and get my dream.
I have told you, I will shine, everywhere I am. I shine through everything.
My dream is set, and no matter where my road comes to, I will get it, my own way.
I am not chasing my dream for anyone or because of anyone telling me to. I chase it, shape it, run to it, because of my own determination, as a child, as adolescence, as teenager, and now, as an adult.
Do not bother to tell me what to do with my dream,
Ever.
Because for me, it is insulting.

Hmm...did I just post another happy post in Malioboro Express?
Well iya sih saya masih di kereta yang sama, cuma tetiba pingin posting saja :p

Rabu, 10 September 2014

23.52, Malioboro Express

Saat ini 23.52, harus segera ditulis sebelum ganti hari.
Setelah petualangan saya ke Jogja sejak beberapa hari yang lalu demi monitoring evaluasi riset bimbingan iptekdok, saya pulang juga, hehe..
Mixed feeling sih meninggalkan Jogja, apalagi waktu kereta sampai di Solo Balapan.
Duh what am I doing?
Beberapa jam lagi, saya akan kembali ke rutinitas, dikejar deadline menemukan kuman tertentu dan segudang chain of activities lainnya.
Dalam gerbong berisi dengkuran dari segala penjuru ini, alhamdulillah, saya saat ini bisa duduk mensyukuri semua hal yg saya alami.
Semoga dengan ini semuanya akan menjadi lebih baik,
Semoga kuman saya yang jadi the most wanted in South East Asia segera muncul kembali,
Semoga riset saya berjalan lebih lancar lagi,
Semoga dengan ini cita-cita masa kecil saya bisa terwujud,
Apa itu? Hmm... i'm not telling, tapi berhubungan dengan Doraemon dan Ultraman, hahaha :D
Good night, road, wherever I am right now,
I really love this world.

Alhamdulillaah...
23.58, Malioboro Express.

Rabu, 20 Agustus 2014

Quest 22: Brave

Siennra is one of the bravest people I have ever known. Yang benar saja? Hahaha, seperti sebagian besar manusia lain, maka saya pun tersusun atas kumpulan fearsworries, oksigen, plus, tentu saja, tanah. Pilihan ada di tangan saya, untuk terus terpaku dalam kenegatifan atau memutuskan untuk bergerak ke kutub positif.

Bukan hal mudah memang, apalagi dengan so many people stare at me like that I am the most saddened person in the world, haha :p

Lha terus kenapa? Saya sih ndak mau menganggap diri sebagai korban, dan saya ndak begitu peduli juga orang-orang mau menilai seperti apa. Toh saya juga tidak punya waktu, dan, tidak mau mengorbankan waktu, buat re-explaining. People may judge, hak mereka. Saya pun juga, punya judgement seperti mereka.

Tapi memang, saat saya benar-benar menarik diri dari komunitas untuk menenangkan diri, saat itulah saya tahu siapa yang cukup care untuk mencari saya. Waktu itu saya tidak berharap ditemukan, tapi syukurlah, saat saya membuka mata, saya tidak pernah sendirian.

Mau lari kemana? Tidak ada tempat lari. Mau menutup mata dan telinga seperti apa? Tidak akan pernah bisa, kecuali saya buta dan tuli secara harfiah. Tapi saya masih disini, di tempat dan posisi yang sama, peran yang sama, dengan mata dan telinga yang masih berfungsi, menandakan bahwa peran saya disini belum selesai. Masih ada banyak hal yang harus saya lakukan, apapun itu yang pernah terjadi pada saya.

Saya mungkin tidak se-brave yang dilihat banyak orang, apalagi setegar yang didefinisikan orang-orang terdekat saya, tapi saya cukup pede untuk bangga dengan logika yang saya punya. Saya bangga ketika logika saya bisa menopang saya untuk berdiri sedikit lebih tinggi daripada saya yang dulu.

Bohong banget kalau dibilang there is no lingering feeling,  well duh I do hate some parts of my past,  lha terus kenapa? Semua hal yang saya lakukan adalah setulus-tulusnya, sejujur-jujurnya. I never lied of being who I am, with all the similarities and differences. I was lost to fake-and-obviously-compelled similarities, and so what? Walaupun dunia tidak cukup peduli untuk bersaksi, Allah tidak pernah tidur. Cukuplah Ia yang tahu, cukuplah Ia yang menentukan.


I am brave enough to say that all that I ever care of is my world, and those who are parts of it. 

Minggu, 03 Agustus 2014

9 Years in Review: Tales of The Abyss


You are living your own life. Your memories are yours alone. Don’t deny them. You are here. (Tear to Luke) 

A beautiful story adalah kesan saya secara keseluruhan saat saya menyelesaikan acara nonton anime ini. Diangkat dari game berjudul sama (yang memang pernah saya mainkan) yang pertama kali dirilis pada tahun 2005, anime ini merangkum 70 jam perjalanan dalam game menjadi dongeng 600 menit.

To think this piece of trash is my replica?! I was robbed of my family and my home by this trash?! (Asch to himself)


---------------------------------------------------------------------------------------------------------

One Third Part of the Story Begins…

Planet Auldrant adalah dunia yang dihuni oleh makhluk hidup yang tersusun atas fonon (deskripsi fonon adalah frekuensi suara yang membedakan satu individu dan individu lain seperti fingerprint). Auldrant tersusun atas enam fonon dan satu fonon ketujuh (seventh fonon). Setiap manusia memiliki akses terhadap fonon, namun hanya sebagian kecil yang mampu menguasai seventh fonon. Selain fonon, kehidupan di Auldrant berjalan dengan tuntunan Score. Setiap orang dianjurkan untuk hidup sesuai dengan tuntunan Score agar mereka mendapatkan prosperity yang telah dijanjikan. Para seventh fonist (pengguna seventh fonon) mampu membaca seventh fonstone (Score bagian terakhir) yang dipercaya menyembunyikan rahasia terakhir mengenai planet Auldrant. Oleh karena itulah, kedua kerajaan besar di Auldrant: Kimlasca-Lanvaldear dan Malkuth tak pernah berhenti memperebutkan seventh fonist dan seventh fonstone.

Auldrant meyakini rahasia masa depan yang tercantum dalam Score tidak akan bisa dirubah, hingga suatu teknologi yang disebut fomicry merubah keyakinan tersebut…

Who am i? Why was I born?! (Luke to Van)


Fokus utama Tales of the Abyss adalah Luke fon Fabre, pewaris lini ketiga Kerajaan Kimlasca-Lanvaldear yang dibesarkan dalam kungkungan Fabre Manor sejak ia selamat dari penculikan oleh Kerajaan Malkuth. Akibat insiden penculikan tersebut, Luke kehilangan seluruh ingatannya (dan maksud saya semuanya, bahkan ia harus belajar bicara dan berjalan kembali sejak diselamatkan) atas sebab yang tidak diketahui. Dalam kehidupan serba dilayani dan awareness terhadap commoner yang sangat rendah, ia tumbuh menjadi bangsawan manja yang selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan. Satu-satunya hal yang menghibur Luke adalah sesi latihan pedang oleh tutornya, Van Grants.

Harapan Luke untuk keluar dari kehidupan membosankan pun terwujud saat Tear Grants menyusup masuk ke Fabre Manor untuk membunuh Van. Bukannya berhasil membunuh sasarannya, Tear justru tanpa sengaja menimbulkan hyperresonance dan membawa serta Luke bersamanya ke Tataroo Valley, wilayah Kerajaan Malkuth. Maka perjalanan Tear untuk membawa Luke pulang ke Fabre Manor pun dimulai…

Idiot. (Tear to Luke)


Minggu, 27 Juli 2014

under the blue sky

my favorite color of the sky, blue with no cloud

Looking back at my days,
I had beautiful happiness, which was irreplaceable.
It was crushed like nothing though.
Then I chose to hate, to get angry, to forget, all halfheartedly.

But,
The more I thought of it, the more I found out that I was not someone like that.
After being calmed down a bit, logic took over my sanity and led me to where I had to be.
It was a lot more saddening than what I had experienced years ago, but I was also a lot more powerful than I had been years ago.
I don’t need to be comforted anymore.
I am my own valor healer.

By the end of this Ramadhan, I find my renewed resolution to step forward.
It would be lying to say that I do not have any lingered feeling, either that I forget about what have been done,
It would be lying to say that it is easy to forgive,
It is hard to forgive,
Let alone to forget.

But,
I guess to forget is to try rewriting the history, which is obviously impossible.
I may never be able to forget, but at least, I do have to forgive.
I may still have difficulty to forgive, but at least, I forgive myself,
For being such a fool,
And accept myself as a whole, with all good memories and the bad.
I just have to do what I can do for now and let the rest follow.

Today, under the blue sky of my beloved place, I state a prayer to Allah, to forgive me for having such hatred in my past.
To forgive me for being so blind and deaf through every chance He gave me.
To forgive me for being so stubborn to follow the path that was completely not for me.
To forgive me for being the way I was.
And to give me one more chance to start anew.

Amin…

Senin, 14 Juli 2014

signed, bluefeather, a tribute to Nano's Hysteria

do not judge a song by it's cover. hear it out and then you're allowed to give a comment. this is a song of Nano, titled Hysteria.


lyric of this song consists of chain of truthful words. it tells us about dealing with things we could not accept earlier. this first video link leads you to the acoustic version of the song, meanwhile the second one leads you to the original version. 
i like them both and listen to them alternately. 

oh, and this lyric below is just the creation i made during my stressed-out day.

signed, bluefeather.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

P.S. for one of my best friends who gave me this song, thanks, it means a lot :)
P.S. bluefeather? oh, it is my name in a world. that cute girl on the picture is her portrait :p

Senin, 23 Juni 2014

Aku, Ibu, dan Juni 2014

Tidak ada yang lebih tidak saya sukai di dunia ini daripada kepercayaan yang dihancurkan.  
Ini adalah cerita spontan yang saya alami pada periode 17 Juni 2014 sampai dengan 23 Juni 2014.


Sudah selesai kah?” tanya ibu saya pagi ini, 23 Juni 2014.
Dengan poker face dan ketap ketip saya menelengkan kepala dan kemudian mengerutkan dahi.
Marahmu, sudah selesai?”
Saya tertawa kecil mendengar ibu saya bertanya demikian, “… yah…
Oke, yuk dibahas,”
Sambil melet, saya pun akhirnya bersedia untuk bicara tentang penyebab kemarahan saya yang memuncak dengan agak kurang ‘wajar’ (kata ibu saya). Beliau berkata demikian karena kemarahan saya sempat bocor di Facebook, sementara selama ini tidak pernah sampai segitunya.
(padahal di twitter kata teman saya semacam rapuh porak poranda alias rapopo alias tidak apa apa)

Kepada ibu, saya bercerita semuanya. Mulai dari mimpi buruk yang saya alami satu setengah bulan yang lalu (yang ternyata definitely adalah pertanda), kemudian ‘Suggestion to Follow’ di Twitter (yang sepertinya fitur ini lebih ‘indigo’ dari kelihatannya :p), sampai dengan telepon yang saya terima pada hari Selasa, 17 Juni 2014 sekitar pukul setengah empat sore.
Saya ceritakan alasan kemarahan saya dengan sejujur-jujurnya. Diatas segalanya, kemarahan saya disebabkan karena bohongnya seorang yang sungguh-sungguh saya percayai. Rasanya sulit bagi saya untuk percaya bahwa kepercayaan saya padanya berujung pada kondisi yang seperti saat ini. Saya akui pada ibu, sebelumnya saya selalu percaya bahwa ia adalah orang yang baik dan honest, sehingga saat saya menemukan hal krusial yang ia belokkan, saya pun marah.
Saya merasa kepercayaan saya dikhianati.
Saya sih tidak terlalu mempermasalahkan soal ending (ya masalah sih, tapi tidak ada apa-apanya dibanding dibohongi selama sebulan lebih), tapi janganlah mengkhianati kepercayaan saya. Pada dasarnya saya berhak tahu sejak awal, tapi entah kenapa, entah bagaimana, ia yang saya percayai, justru bertindak sebaliknya.

Satu sisi yang lain adalah saya marah pada diri saya sendiri karena tidak bisa mempergunakan petunjuk di sekeliling saya dengan benar. I should have known, kata saya berkali-kali pada diri saya sendiri. Seharusnya saya lebih percaya pada logika saya dibandingkan hal lain yang saya rasakan di muka bumi ini.
Ibu saya pun berkomentar, “Tapi logikamu itu kadang membuatmu jadi orang kejam,”
Haha, memang sih, saya kejam. Saya bilang pada ibu bahwa sahabat saya bilang, curse yang saya keluarkan terlalu sadis dan saya harus istigfar.

Saya pun bilang pada ibu, bahwa seorang sahabat saya yang lain bilang seperti ini, “Understandable kok kau marah sampai ke taraf seperti itu. Yah semua bahkan bereaksi sama sepertimu. Aku sih mau-mau aja lempar ban serep (yang saya suruh nambahi bom ala kuciang) ke alamat dia, secara alamatnya deket sama alamatku disini, tapi kamu bukan orang yang bisa sungguh-sungguh berharap keburukan bagi orang lain lho… You will forgive, I know that,”

Plus komentar dari sahabat saya yang lain, “Been there. Damn hurt. Kau emang lagi apes. Let it go lah…

Intinya, semua orang terdekat saya bilang bahwa pada akhirnya saya akan memaafkan, karena biasanya saya tidak tahan memiliki emosi negatif terlalu lama (baca: biasanya sebentar tapi intensitas tinggi, katanya).

Ibu saya pun ngakak mendengar cerita saya. “Terus, kasi tau ibu dong, hikmah apa yang kamu dapat sekarang?
 “Orang Jawa adalah yang terbaik?” adalah komentar pertama saya sambil ketap ketip dan garuk-garuk kepala. Tapi dengan segera saya menambahkan, “Ndak juga sih, semua orang pada dasarnya baik. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa meminta ingin lahir di mana dan ingin orang tua seperti apa. Itu bukan alasan untuk memberi judgement ke orang lain,”
Terus?
Setiap kesalahan itu ya bawaan orangnya sendiri-sendiri. Hidup itu isinya cuma pilihan dan konsekuensi,” kata saya sambil nyengir.
Ibu pun tertawa kecil sambil menambahkan, “Ndak lah… isinya juga bisa usaha,”
Saya mengangguk, “Iya. Paling tidak, dengan percaya sama dia, aku sudah berusaha semampuku. Paling tidak, aku ndak bakalan lebih menyesal daripada kalau aku ndak ngapa-ngapain,”

Ibu ikutan mengangguk, “Terus, apa isi doamu sekarang?”
Semoga kebenaran yang tersembunyi bakal terungkap. Semoga hal-hal yang terbelokkan bakal terluruskan. Semoga yang benar akan tetap benar, dan semoga yang salah diberikan kemudahan,”
Ibu saya agak kaget, “Hah? Kemudahan apa?
Sambil memasang muka serius saya menjawab, “Kemudahan bertemu dengan karma,”
Ya ampun, sudahlah, semakin kamu memberatkan yang sudah lewat, semakin langkahmu terbebani lho nduk,”
Saya menghela napas sambil mencucu, “Habisnya, enak aja dia dengan entengnya bohong gitu. Aku lho disini percaya bahwa dia orang yang baik,”
Maafin saja lah…
Dengan keras kepala saya pun menjawab, “Hah? Enak banget? Dia bohong sebegitu lama dan aku disuruh memaafkan gitu?

Ibu saya menghela napas, “Ya sudah, ndak usah dimaafkan juga gakpapa, tapi…”
Tapi…?
Pernah ndak kamu mikir hal seperti apa yang dia alami disana? Apa alasan dia membohongimu? Kenapa dia harus bohong? Apakah murni keinginannya sendiri?
Saya agak melongo, tapi ibu saya melanjutkan dengan serius.
Kamu tu bukan orang yang bodoh lho. Kamu tahu alasan kenapa kamu percaya dan kenapa kamu tidak percaya. Alasan kepercayaanmu ke dia kurang lebih adalah karena kamu tahu dia orang yang baik kan?
Iya sih, tapi bisa saja itu akal-akalan dia biar aku percaya kan?” protes saya.
Ibu saya mengangguk, “Memang. Tapi gimana kalau dia aslinya memang sebaik yang kamu tahu tapi dia terpaksa bohong sama kamu?
Saya tertawa, “Tetep aja, bohong ya bohong,”
Menurut Ibu sih, pasti ada alasannya, dan Ibu yakin kalau kamu bisa meredakan marahmu, kamu tahu apa yang Ibu maksud... Kadang-kadang ya nduk, ada kebenaran yang memang tidak akan pernah terungkap. Bukan karena itu bukan kebenaran, tapi itu hanya sekedar jalan untuk kebenaran lain yang lebih besar,”
Dengan keras kepala saya protes lagi, “Tapi aku masih marah,”
Iya keliatan jelas kok (dan saya nyengir waktu ibu bilang ini). Tapi seperti yang dibilang temen-temenmu, kamu bakal memaafkan, entah kapan. Kayaknya sih ndak lama, eh ya ndak tau sih, kamu tu kadang aneh dan ndak bisa ditebak (aih… ini ibu saya yang bilang lho). Yah, apapun lah, mau kamu tetep marah atau mau maafin pun, yang jelas, yang sudah selesai ya sudah, ndak bisa kamu bawa kemana-mana lagi. Ibu yakin, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kedepan,”

Setelah diam mencerna kata-kata ibu, saya menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan keluar. Dua pertiga amarah saya menguap saat saya berbincang dengan ibu saya (walaupun saya mungkin tidak mengakui sih ke ibu).

Semoga yang benar akan terungkap. Semoga yang benar akan dimunculkan. Semoga yang salah-salah akan tenggelam dengan cara yang damai. Semoga semua hal benar yang terbelokkan akan terluruskan kembali dan dunia akan paham apa yang sebenarnya terjadi.

Saya sih ndak mau berubah, akan tetap all out dalam segalanya. Saya sudah belajar sejak bertahun-tahun silam bahwa menyesal karena gagal masih selalu lebih baik daripada menyesal karena tidak melakukan apa-apa.

the mementos of 'don't be angry' and 'we are here by your side'

(ditulis sambil reminiscence tentang hal yang saya alami sejak Maret hingga Juni 2014 sambil ditemani lagu instrumental favorit saya FALLING DOWN (by Shoji Meguro). Kemudian buru-buru mandi dan berangkat ngampus :p)