Jumat, 27 Desember 2013

Quest 4: Ignorance is bliss, NOT BLESS

uniqueinfinities.wordpress.com

Quest 4: Ignorance is bliss, not bless. Sejak kapan ‘selalu merasa benar’ bakal membawa berkah?

Yep, sejak kapan ketidakpedulian bakal membawa berkah?
Ketidakpedulianmu terhadap orang lain, lebih tepatnya.

Kau yang lebih peduli dengan image-mu di mata orang-orang yang tak setiap hari kau temui. Kau tinggikan dirimu diantara orang-orang yang nyaris tak tahu apapun tentang dirimu.

Oh? Kau bilang mereka paham dirimu?
Kurasa tidak, karena kalau mereka paham, mereka akan banyak mengingatkanmu, seperti kami.

Kau nikmati rasa hormat dan penghargaan yang tinggi dari orang yang tak tahu seperti apa sebenarnya dirimu.

Apa? Jadi kau juga menghormati mereka?
Oh please, I’ve laughed too much today.

Bagimu yang penting adalah image. Bagimu yang penting adalah tampil sempurna di persepsi orang yang hampir tak pernah kau temui.
Bagimu yang penting adalah kebenaran. Uniknya, hanya kebenaran milikmu-lah yang kau akui benar.

Tidak?
Oh, ayolah, aku yang disini-lah (dan sejumlah besar orang yang sering kau temui) yang bisa melihatnya sejelas siang, bukan dirimu yang terbutakan oleh waham kebesaran yang berkabut di sudut pikiranmu.

Kau melupakan satu hal penting: menjaga perasaan orang lain.

Ya, ya, aku selalu dengar kau bilang bahwa mereka takkan mempermasalahkan.
Oke, tapi apakah itu berarti kau bisa seenaknya? Kau njaga perasaan atau ngetes?

Kau lupa bahwa ada azas saling memberi saling menerima di dunia ini.
Kau lupa bahwa kau tak bisa hanya meminta orang lain memahamimu tanpa KAU SENDIRI juga mencoba memahami orang lain.

Kau lupa bahwa kau tak bisa sekedar hidup di duniamu sendiri tanpa menjadi orang yang baik di mata (bukan persepsi) orang yang sering kau temui.
Tahukah kamu, lebih terhormat membuat orang lain tertawa bersamamu, bukan menertawakanmu, karena ketidaksinkronan diri aslimu dan image yang kau buat.

Lebih tepatnya, bahkan imagemu pun sangat paradoksal, jika orang lain mau mengamati dengan seksama.

Kau lupa bahwa kau juga manusia.
Kau bukan makhluk yang selalu benar.
Kau tak berhak menyalahkan begitu banyak hal dan selalu merasa benar saat kau sendiri, sama seperti kami, bersimbah kesalahan.

Oh, sori, aku sih tidak menyalahkanmu, hanya menunjukkan dimana hal yang kau lupakan.
Saat kau merasa kami menyalahkanmu, bukankah itu berarti kau memang mengakui ‘sesuatu’?
Ayolah, bahkan tidak satu nama pun tercantum di postingan ini…

Anyway,
Nice work, buddy, are you happy?

Quest Reward:
Mudah sekali menyalahkan orang lain. Mudah sekali merasa paling benar. Mudah sekali merasa bahwa apa yang kita lakukan adalah untuk kebaikan. Mudah sekali merasa keadaan sedang tak berpihak pada kita. Mudah sekali merasa bahwa diri sendiri-lah yang paling menderita. 

Oh, ayolah...
Tak ada manusia yang selalu benar di muka bumi ini.

Orang yang selalu merasa paling benar, selalu menyalahkan keadaan, selalu mencari alasan atas ketidakmampuan, dan selalu melakonkan permintaan simpati adalah orang yang paling salah, paling tidak mampu dan paling tidak mendapatkan simpati.

Legowo. Hormati orang lain (bukan hanya saat kau perlu mereka saja).
Dengan demikian, niscaya kau akan menemukan kebahagiaan yang kau cari.
Selama kau TAK MAU melakukannya, bahkan tanpa kami mendoakan sesuatu yang buruk pun, kebahagiaanmu akan menjauh dengan sendirinya kok…
#eh


Dan ayolah, kami sih mending berdoa untuk diri kami sendiri kok daripada mendoakanmu.

Tanpa mengurangi rasa hormat, semoga kau segera disadarkan dari mimpi indahmu, dan kembali disadarkan bahwa kakimu masih menginjak bumi, tak peduli seberapa tinggi kau telah berdiri di kaki langit.
-----

Selasa, 17 Desember 2013

Year End Story of Me

Dua ribu tiga belas ini….

LUCU.

Dalam artian harfiah! 
#ngakak

Seperti halnya tahun yang lalu, tahun 2013 ini dibumbui dengan kencur, kunir dan jahe, yang artinya manis asem pedes.
Tinggal tambah garam jadilah asin sekalian.
Oh ya, dan sepertinya kencur itu ndak manis :p


Kalau diminta dari sebelah mana saya harus bercerita, maka saya sebaiknya mulai dari bercerita perubahan yang terjadi pada saya selama tahun 2013 ini jika dibandingkan dengan 2012:
  • Jarang sekali ngeblog, alasannya adalah tugas yang menggerumbul seperti semut nggerumbuli gula sehingga sebagian besar ide cuma menjadi transient flora. Yah, bener juga, saya gulanya. Manis… #eh... Karena alasan ini pulalah maka ‘kaleidoskop’ ini sudah muncul di tanggal sekian, selak ngglutek ngubengi kerjaan :p
  • Berkurangnya sebagian besar leisure time menjadi working time. Secara, kuliah (alhamdulillaah) sudah selesai, maka tidak ada alasan mangkir dari kerjaan.
  • Kehilangan beberapa sahabat yang tahun kemarin sangat dekat sekali, karena nyaris tidak punya waktu untuk main sama-sama lagi. Kemudian tertawa miris menonton Devil Wears Prada dimana terdapat satu frasa ‘kabari aku kalau hidup pribadimu berantakan karena itu artinya kau berhak dipromosikan’ #jleb
  • Menyadari bahwa orang yang kita benar-benar kita percayai bisa berbalik menjadi duri dibalik lidah. Padahal saya sudah sikat gigi.
  • Menjadi jauh lebih tidak mudah galau soal ‘calon’ soalnya sudah punya ‘definisi lengkap’ soal calon-calon dimuka bumi ini. Calon apa? Yah, silakan isi sendiri deh, bisa calon legislatif, bisa calon presiden, bisa calon walikota, bisa hair and calon, dan sebagainya :p



Nah kemudian apa persamaan tahun 2013 ini dengan tahun 2012 kemarin?
  • Masih sering galau kalau pasien datang ke praktekan dan bertanya harus bayar berapa. Lebih tertarik untuk tidak menentukan tarif sendiri. Any suggestion?
  • Masih sering lebih suka tinggal di rumah daripada berangkat ke tempat praktek malam harinya. Alasannya sudah kepingin tumbang setelah ngglutek di kampus dan atau rumah sakit dari sekitar jam setengah 8 sampai minimal jam dua atau tiga sore. Ngapain aja saya disana? Ya, itu… mencari sesuap berlian…
  • Sama seperti tahun kemarin, saya masih dosen biasa, belum jadi profesor. Mohon tidak protes karena setahu saya setiap orang berhak bermimpi setinggi-tingginya *kalem*
  • Masih dalam tahap nabung buat beli rumah sendiri. Semoga segera terealisasikan, amiiiinnn…. Yah, daripada bagus-bagusan gadget mending cari rumah dong, buat tempat tinggal sendiri dan investasi. Dan lagian… umur segini masih nguber gadget? :p
  • Hingga saya menulis ini, ternyata belum ketemu jodoh, hahahaha :D. Kemudian sempat diprotes temen soalnya terkesan menggampangkan soal jodoh. Sebenarnya bukan menggampangkan sih, tapi membagi porsi pikiran supaya muat dimasuki banyak hal lain yang juga perlu dipikirkan :)



Progress baik yang sudah saya capai saat ini dibandingkan tahun 2013 adalah:
  • Skill nyopir sudah jauh lebih bagus daripada dulu. Soalnya sekarang lebih khawatir mbeseti libom daripada dulu.
  • Belajar menghadapi berbagai macam orang yang mungkin tak seperti harapan kita. Yah, sebel-sebelnya mungkin masih ada, tapi sudah jauh lebih berkurang daripada yang dulu.
  • Lolos tiga modul IC3! Horeeee :D



Hal paling menyenangkan yang saya dapatkan tahun 2013 ini adalah:
  • Mendapat predikat Cumlaude untuk kuliah magister. Kalau saya pribadi sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan soal predikat, tapi saya tahu orang tua saya berharap banyak pada saya soal predikat itu. Dulu waktu S1, indeks prestasi saya 3.50, sedangkan predikat Cumlaude untuk S1 minimal 3.51. Yah, begitulah rasa anehnya :p



Hal paling terkenang yang saya dapatkan di tahun 2013 ini adalah:
SEMINAR HASIL PENELITIAN S2. Hahahahahaha XD. BOLD MERAH!
Sudah macam sinetron saja waktu itu XD. Seumur-umur, baru pertama kali itu saya menjalani ujian yang nyaris tidak bisa menjawab sama sekali dan berada pada posisi bahwa apapun penjelasan saya akan tetap disalahkan oleh penguji ‘yang itu’.
Tapi Allah memang Maha Memberi, Allah memberi saya kesempatan untuk tetap mendapatkan apa yang sudah digariskan untuk saya.
Saya menjadikan seminar hasil versi horror itu sebagai cerminan, bahwa tak ada mahasiswa yang ingin berada pada posisi saya saat itu. Maka saya, sebagai seorang dosen, juga takkan pernah boleh menaruh mahasiswa pada posisi tersebut. Meskipun saya sebenarnya heran juga, apa sih nikmatnya ‘membantai dan memutilasi’ mahasiswa? Bahagiakah dia? Hanya Allah yang tahu…
Semoga saya segera jadi profesor. Amiiiiinnn…. (doa ini bisa berhubungan dengan insiden tersebut dan bisa juga tidak, tergantung dari sisi mana melihatnya :p)
Ah ya, dan tesis saya tentang tipes. Kemudian tidak sampai seminggu setelah seminar hasil itu, saya tumbang karena tipes sampai tidak masuk kerja hampir seminggu. Hahahahaha XD


Hadiah terindah dari Allah tahun 2013 ini adalah:
Kesehatan yang alhamdulillaah masih melekat pada saya, ayah dan ibu saya serta adik saya. Tidak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan rasa syukur saya tentang hal ini. Saya yakin semua orang pasti sudah mengerti :)


Pelajaran terbaik yang saya dapatkan di tahun 2013 yang tidak saya dapat di tahun 2012 adalah:
Semua orang memiliki kepentingannya masing-masing dan gesekan antar kepentingan akan muncul dengan sendirinya saat berbagai macam individu membentuk sebuah populasi. Persamaan habitat dari individu yang berbeda bisa memunculkan sifat saling menjatuhkan. Tak jarang, individu yang sudah punya habitat sendiri akan nempil habitat tetangganya, semata-mata untuk merasa aman, semata-mata untuk eksis.
Namun pada akhirnya, kita tak bisa jadi individu yang bukan kita, seperti Matahari takkan pernah jadi Sirius atau Aldebaran. Setiap orang akan bersinar dengan sinarnya sendiri-sendiri, dan saat orang lain memadamkan sinarmu, maka anggap saja dia sudah dekat dengan Black Hole makanya butuh cahaya (silakan interpretasi sendiri apa maksudnya) :p
Saat kau dipadamkan, maka bersinarlah lagi. Gampang kan?


Quote favorit tahun 2013:
“… karena pada akhirnya, Tuhan-lah yang menilai, bukan manusia,” kata kakek saya.


Harapan saya untuk tahun 2014 nanti adalah:
  • Ketemu jodoh. Bukan galau, cuma merasa sudah waktunya ketemu. Amiiiinn…
  • Bisa beli rumah. Syukur-syukur kalau bisa beli kontan atau mendekati kontan :p.
  • Bisa sekolah lagi. Syukur-syukur kalau bisa S3, kalau ndak bisa ya spesialis atau fellowship. Wajib cari beasiswa nih…
  • Ke tanah suci. Syukur-syukur kalau ada rejeki bisa naik haji. Kalau ndak bisa ya umroh dulu ndakpapa deh, yang penting kesana :)
  • Naik pangkat! Hehehehe :D. Harus kesampaian sebelum berangkat sekolah lagi.
  • Memperbarui blog ini, ingin saya ganti namanya menjadi 'THE SECOND QUEST', karena semakin tahun ini mendekati akhir, semakin saya sadar bahwa menjalani hidup ini mirip seperti menyelesaikan quest demi quest yang saya dapatkan saat main mmorpg.




Yah, sepertinya itulah yang menjadi rangkuman saya tahun ini. Tahun ini tidak se-chitato tahun 2012, malah banyak flat (dan dikomentari ortu soal ke-flat-an saya yang agak berlebihan), semacam euphoria karena sudah melalui 2012 :p
But that's that

Selamat tinggal 2013, ku akan melangkah menuju tahun depan yang lebih baik tanpa melupakanmu :D

Senin, 11 November 2013

Doa Saat Teraniaya?


Definisi teraniaya itu hanya Allah yang tahu...
Tapi,
Saat kau disakiti, kau bisa memilih untuk meratapi nasib, atau meresponnya dengan tersenyum.
Saat dalam hatimu terasa nyeri, kau bisa memilih untuk menangis, atau meresponnya dengan tertawa.
Saat yang harusnya milikmu diakui orang lain, kau bisa memilih untuk nelongso, atau meresponnya dengan ekspresi cuek.
Kau bisa saja maju dan menentang ketidakadilan yang menimpamu, menumpahkan kemarahanmu, menendang si pembuat onar sampai keujung galaksi.

Tapi jangan lupa untuk tetap terlihat BERKELAS dan KEREN saat melakukannya.

Pastikan kamera Yo*tube tidak memihak pada si pembuat onar agar kau tetap jadi pahlawan penegak keadilan.
Tapi yang lebih penting adalah tidak terlihat kalah.
Tersenyumlah.
Tertawalah.
Jangan biarkan mereka merasa menang walaupun hatimu membara.

Hadapi mereka dengan sportif, tunjukkan bahwa kau masih tetap tegar dan tak tergoyahkan sedikitpun walau apapun keburukan yang mereka lontarkan padamu.

Karena kemarahanmu, kesedihanmu, rasa putus asamu, adalah kemenangan bagi mereka.

Lalu saat berhadapan frontal tidak akan memberimu kehormatan yang lebih baik dari kondisimu saat ini, maka itu saatnya memikirkan hal lain.
Kau tahu? Tak ada gunanya mendoakan kejelekan mereka, karena toh mereka bahkan tidak berhak mendapatkan sesukukata pun doa darimu, sekalipun itu doa demi kehancuran mereka sendiri.
Jadi, saat kau merasa teraniaya (dan didefinisikan bahwa doamu pasti dikabulkan), maka doakanlah dirimu sendiri, agar kau menjadi lebih baik darinya, lebih sukses darinya, lebih diakui darinya, lebih keren darinya, lebih dicintai darinya, lebih kaya darinya, dilebihkan segala kebaikan untukmu daripada dia.
Doakanlah dirimu sendiri demi kelapangan hatimu, keindahan pribadimu dan kemampuan untuk belajar dari kesalahan mempercayai orang lain.

Bukan masalah kalau belum bisa memaafkan dia yang mencoba memburukkan dirimu, yang penting hatimu sudah lapang dan bisa menerima kehidupan selanjutnya.

Doakanlah dirimu sendiri agar mampu berjalan melalui apapun yang ada di depanmu, agar dihindarkan dari hambatan yang tak bisa atau sulit kau lalui, agar hidupmu senantiasa diberkahi dengan kemudahan.
Aku percaya, saat kita teraniaya, Allah mendengarkan doa baik yang kita ajukan pada-Nya dan aku percaya bahwa doa itulah yang dikabulkan.

Oh ya… Kau mau mendoakan dia agar jadi orang baik?
Silakan, tapi saya lebih suka berfokus mendoakan diri saya sendiri agar menjadi lebih baik daripada mereka.


Pada akhirnya, kesedihan dan kegembiraan adalah semata-mata keputusan kita. 
Jadi saat kau merasa teraniaya, putuskan apa yang akan kau lakukan.

Kamis, 17 Oktober 2013

Encounter

Always say it to others like I know most of things,
Well indeed, I know most of things,
Proud of my experiences with many encounters, I set up my mind into automatic distorting mode,
Placing logic and experience as the most important factors in my life, I make many decisions.

But then I know,
No matter how experienced a person is, her logic is not capable to handle everything,
Compassion is just another reason that may lead to many more expectations I cannot stop,
Again, questioning the future without mirroring to the past, because things are keep changing.
Experience. Logic. What are they anyway?

Another thing to learn is coming soon,
Whether it will last or become another past is simply unknown to us,
Led by all vivid considerations, at least my judgement has been a lot more careful.


Although in the end, I am just another ordinary human.

Dear Gray

Dear Gray,
Sudah lama ya kita sama-sama,
Hampir lima tahun lho...

Berkat kamu, aku bisa belajar banyak,
Berkat kamu, aku bisa lebih mandiri,
Berkat kamu, aku gak kehujanan lagi...

Dulu, aku pernah bikin kamu beret panjang gara2 kecantol pagar rumah,
Maaf ya...
Waktu itu aku barusan sebulan dapat SIM A, hehehe..
Pasti kamu ngakak juga kalau ingat bahwa sampai dengan tiga bulan setelahnya, aku trauma dan gak mau nyetir :p

Waktu itu, akhirnya aku mau nyetir lagi karena bapak ibu berangkat haji dan adek berangkat bedol desa,
Sementara aku harus jaga malam di IPD...
Karena parno, akhirnya mau gak mau kamu kubawa ke RS..
Tapi berkat itu pula aku jadi berani nyopir lagi..

Yang lumayan parah juga adalah pas kamu kecantol di terusannya Jl Gribig...
Kau sampai peyok banget waktu itu...
Maaf ya... aku gak lihat ada pembatas jalan di sebelah kiri T.T

Mau minta maaf juga aku juga sempat memeyokkanmu pas nyenggol spion orang yg lagi parkir...
Maafkan..

Untunglah ada ketok magic yang dengan sihirnya bisa membuatmu tampan kembali :D

Setelah itu, kamu gak pernah peyok lagi kok, ingat kan?
Yah.. cuma beberapa beret saja sih :D
#malu

Dulu, aku sering males nyuci kamu, sampai mbladus jelek dan makin abu2 mendekati putih..
Maafkan ya Gray...
Tp entah bagaimana setelah bapak beli panther baru dan kamu harus tidur di luar garasi aku malah sering nyuci kamu...
Entahlah, rasa sayangku sama kamu jadi berlipat-lipat justru setelah kamu ndak bisa tidur di garasi lagi...

Seringkali, kamu jadi teman saat aku mengalami hal-hal tidak menyenangkan,
Nyopir sendirian bersamamu, jadi salah satu cara mujarab untuk menghibur diri sebelum kembali ke peradaban.
Terima kasih sudah jadi pendengar setiaku saat aku nyanyi pakai suara sumbang...

Dear Gray,
Seandainya kamu mobil dengan AI kayak di pilem2, aku pingin ngupgrade kamu biar selalu uptodate...
Tapi...
Sepertinya skrg saatnya aku melepas kamu pergi.

Pemilik barumu, insyaAllah akan sama sayangnya sepertiku, kalau bukan malah lebih sayang sama kamu daripada aku.
Beliau baik sekali... jadi aku tega melepasmu karena aku tahu beliau ndak akam menyianyiakanmu,

Dear Gray,
Aku banyak belajar darimu,
Aku jadi sensitif soal mendengar dan merasakan setiap suara dan getaran,
Aku belajar manajemen sebuah mobil,
Dan aku belajar cara nyopir yang baik

Kamu cinta pertamaku soal mobil..
Dan selamanya bakal selalu kukenang saat kamu masih disini bersamaku..

Semoga kamu ndak pernah rewel dan selalu disayang, siapapun pemilikmu setelah ini,

I really love you.

---
With all the love possible,
Siennra.

Written on the driver seat of Gray for the very last time, 9 October 2013, 5.40pm
---


Kamis, 05 September 2013

Tomorrow I'll Love You - A Song from Her Heart

Lagu ini adalah insert song Yamada and Seven Witches yang dinyanyikan oleh Takigawa Noa (Airi Matsui). Pertama dengar lagu ini sambil lihat scene-nya bikin terharu :')
Fyi, Yamada and Seven Witches di Jepang sana sangat diapresiasi oleh penontonnya, termasuk mangaka favorit saya, Hiro Mashima! XD

Well, inilah hasil percobaan kuping saya yang jelas banyak kekurangan. Tuh lihat, ada bagian yang saya gak bisa denger dengan baik soalnya waktu Noa nyanyi ternyata si Yamadanya juga ngomong -___-"

Tapi kayaknya hasilnya sudah cukup memberi gambaran tentang apa yang dinyanyikan Noa ^^
Semoga lagu ini juga segera dirilis. Maknanya bagus ^^

minute: 27.15 - 28.49


tomorrow tomorrow I'll love you 
tomorrow 
ashita wa shiawase (tomorrow I will be happy)
asa ga kureba (when morning comes)
tomorrow ii koto ga aru (tomorrow good things will appear)
tomorrow
ashita yume miru dake de (tomorrow is the only thing I dreamed of)
tomorrow tsurai koto mo wasureru (tomorrow painful things will be forgotten)
minna samishikuteru utsu na hi ni wa mune no hate utau no (everyone will free their mind from lonely and painful days)
asa ga kureba (when morning comes)
tomorrow namida no ato mo kiete yuku wa (tomorrow even the tears will disappear)
tomorrow tomorrow I'll love you 
tomorrow 
ashita wa shiawase  (tomorrow I will be happy)
tomorrow tomorrow I'll love you 
tomorrow 
ashita wa shiawase  (tomorrow I will be happy)


Gimana? Semoga bisa ditangkap maksudnya ^^ meskipun hasil listening-nya geje :p

Untuk yang ingin tahu tentang Yamada and Seven Witches lebih jauh, klik disini. Ceritanya gokil abis, bikin ngakak guling-guling dengan segala efek samping XD

NB:
Menerima masukan perbaikan lirik. Tolong bantu kuping saya :p

Sabtu, 31 Agustus 2013

Aku Pernah Dibully

Sejenak setelah re-run 35 Years Old High School Student, saya jadi ingat bahwa hal yang serupa juga pernah terjadi pada saya. Walaupun tingkat keparahannya sama-sekali tidak sebanding dengan yang saya lihat di drama tersebut sih...

Pembullyan nampak sangat memprihatinkan bagi sebagian besar orang. Mereka yang menonton sinetron atau drama pembullyan akan berkeluh kasihan dan berkaca-kaca, disertai hati mereka yang mencelos. Tapi segala perasaan itu takkan sebanding dengan apa yang dialami oleh korban bully.

Saya mungkin tampil sebagai orang yang ketawa-ketiwi ngalor-ngidul, bersikap enteng dan agak tidak pedulian. Orang mungkin melihat saya sebagai orang yang selalu beruntung dan tidak pernah susah.

Maka, bacalah tulisan ini.

Kamis, 15 Agustus 2013

The Bartimaeus Trilogy - Review - Novel Favorit Saya

Salah satu hobi saya adalah tenggelam di balik novel, jujur saja. Novel-novel pilihan saya adalah novel fantasi yang memuat cerita tentang alternate universe dan berhubungan dengan magic alias sihir. Hehehe…

Sejak kecil, saya memiliki ketertarikan khusus pada cerita-cerita  yang mengedepankan adanya unsur sihir-menyihir, sebut saja koleksi saya ketika kecil adalah benda-benda yang saya yakini sebagai topi kerucut penyihir dan jubah penyihir *nyengir*. Bagi saya, seru aja sih, memiliki kemampuan magis (tolong jangan dibayangkan sebagai sihir tradisional yang bercat hitam macam santet dan sebagainya yak…), bisa terbang di udara dengan naik sapu terbang dan sebagainya *nyengir lagi*

Jadi jangan heran kalau koleksi novel saya 98% akan memiliki korelasi terhadap sesuatu yang magikal dalam ceritanya…

Oh ya, just to let you know, saya bukan penikmat Harry Potter. Saya sempat baca sampai dengan novel keempatnya lalu mandeg. Kenapa? Terlalu dipanjang-panjangin, saya jadi bosan, belum lagi biaya yang luar biasa besar untuk beli satu novel Harry Potter yang bisa saya pake beli novel serupa yang tidak kalah seru atau bahkan lebih seru *ups, ini pendapat pribadi lho*

---

Novel ini adalah seri novel pertama yang saya punya, dan kalau boleh dikatakan, merupakan salah satu novel tertua yang saya punya. Judulnya adalah The Bartimaeus Trilogy, karangan Jonathan Stroud, yang diterbitkan di Indonesia pada tahun 2007. Novel ini menjadi satu-satunya novel yang bisa membuat saya harus menahan rasa pingin jejingkrakan di toko buku saat rilis, dan juga merupakan satu-satunya novel dengan ending (di jilid ketiga) yang bisa membuat saya banjir air mata dan merasa mencelos saat membacanya. 

Btw, dalam cerita magis kali ini, diceritakan bahwa penyihir sebenarnya tidak memiliki kekuatan sama sekali, tapi melaksanakan sihirnya melalui bantuan makhluk halus yang secara umum disebut demon. Penyihir harus mengikat demon yang dipanggilnya (summon) dalam pentakel yang melindunginya dari kekuatan mahabesar yang dimiliki si demon

Kekuatan penyihir dinilai dari seberapa banyak dan seberapa besar kekuatan entitas yang ia panggil. Semakin lama demon terikat di Bumi, ia akan semakin kesakitan dan mendekati kematian, karena itulah setiap demon menganggap pemanggilannya ke dunia adalah perbudakan. Namun mereka tidak kuasa melawan penyihir, yang walaupun tidak berkekuatan, tapi dapat menaklukkan mereka dengan sejumlah mantra. 

Satu-satunya yang dapat melindungi demon dari siksa sang master adalah pengetahuan mereka terhadap nama lahir dari penyihir (yang biasanya disembunyikan oleh penyihir bersangkutan). 

Yah, kira-kira begitulah sebagai prolognya.


Buku Pertama: The Amulet of Samarkand.

Buku ini bercerita tentang keinginan seorang murid penyihir bernama lahir Nathaniel untuk diakui oleh komunitas penyihir. Setelah dibuang oleh orang tuanya, Nathaniel menjalani hidup sebagai apprentice dari seorang penyihir senior bernama Arthur Underwood. Nathaniel terlibat insiden ‘kecil’ dengan seorang penyihir berpengaruh bernama Simon Lovelace dan ia pun berniat balas dendam pada Lovelace.

Yah, sebenarnya, karena Nathaniel masih bocah, ia hanya berniat sedikit usil dengan mencuri salah satu artefak berharga milik Lovelace, yaitu Amulet Samarkand dengan cara memanggil jin bernama asli Bartimaeus sebagai budaknya.

Dengan julukan Sakhr-Al-Jinni, Bartimaeus merupakan salah satu jin kuno berusia 5000 tahun yang terkenal akan kepiawaiannya terhindar dari berbagai macam ‘nasib buruk’ dan (kasih bold italic underline nih!) kepiawaiannya memuntahkan sejuta macam usaha untuk membuat sebal siapapun yang pernah bertemu dengannya, termasuk Nathaniel. 

Seakan belum cukup buruk berurusan dengan jin super cerewet ini, Bartimaeus tanpa sengaja mengetahui nama lahir sang penyihir muda (pemanggilan jin tidak disertai dengan perkenalan antara jin dan penyihir, apalagi tuker-tukeran nama dan nomor hape :p) dan menggunakan nama tersebut sebagai pembalik mantra Nathaniel sehingga Nathaniel tidak bisa menghukum Bartimaeus yang super slengek’an dengan cara apapun.

Lucu ya sejauh ini? Yah memang sih, selera humor Bartimaeus yang sarkastik tapi fresh akan membuat novel ini jadi ringan. Tapi masalahnya, Nathaniel (dan Bartimaeus, pada awalnya) tidak menduga bahwa ada rahasia besar yang terkandung di balik Amulet Samarkand. Akibatnya? Sang penyihir muda dan jinnya pun terlibat dalam arus peperangan makhluk halus, nyaris dibunuh oleh kelompok pemberontak pemerintahan (Resistance) dan terjebak kejar-kejaran dengan pembunuh haus darah.


Buku Kedua: The Golem’s Eye
Buku ini bercerita tentang kehidupan Nathaniel, yang kini berganti nama menjadi John Mandrake, sebagai bagian dari pemerintahan Inggris. Dalam usianya yang masih belia, ia telah menjadi apprentice yang bersinar dari salah satu menteri paling berpengaruh di pemerintahan, Jessica Whitwell. 

Dalam kegemilangannya, karir Mandrake terjegal kegiatan Resistance. Akhirnya, bertentangan dengan sumpahnya, ia terpaksa memanggil kembali Bartimaeus, lengkap satu set dengan sejuta sifat buruknya. Berita ‘baik’nya, belum selesai dengan urusan Resistance, Mandrake kembali terjegal oleh kemunculan Golem di kota London.

Mandrake dan Bartimaeus pun kembali bersinggungan jalan dengan Kitty Jones, pemimpin Resistance yang juga merupakan salah satu dari sedikit anggota Resistance yang selamat setelah merampok makam Gladstone (penyihir terpenting dalam sejarah Inggris). Kitty telah mencuri Tongkat Gladstone dan tanpa sengaja melepaskan afrit (ifrit, kalau bahasa Inggrisnya) Honorius ke dunia bebas.

Ketamakan Mandrake atas kekuasaan dan sifat paranoidnya yang tumbuh pesat membuat Bartimaeus merasa (kalau bahasa Bartimaeus sih) jijik. Mandrake dan Kitty juga terlibat ‘baku hantam’, baik secara harfiah maupun tidak, segera setelah Mandrake menemukan gadis tersebut. 

Mandrake pun akhirnya terjebak dalam situasi hidup dan mati saat ia dikejar-kejar Honorius, gagal mengendalikan Tongkat Gladstone dan berada dalam belas kasihan sang Golem. Siapakah yang pada akhirnya menyelamatkan Mandrake? Sampai pada batas manakah loyalitas Bartimaeus sebagai budak Mandrake, dan sampai batas manakah kekeraskepalaan Kitty dapat dipertaruhkan?


Buku Ketiga: Ptolemy’s Gate
Buku ini bercerita tentang masa lalu Bartimaeus, pencarian jati diri Mandrake dan keinginan terselubung Kitty. Mandrake yang paranoid karena pengetahuan Bartimaeus terhadap nama lahirnya, memaksa sang jin menjadi budaknya selama dua tahun tanpa diberi kesempatan beristirahat. Karir Mandrake yang melesat cepat merupakan hasil ‘pengorbanan’ Bartimaeus yang tiada henti. 

Kekuatan Mandrake yang semakin besar memberikan sang penyihir kemampuan untuk memanggil banyak jin berkekuatan besar secara bersamaan dan menghilangkan hak prerogatif Bartimaeus sebagai satu-satunya jin milik Mandrake (baca: Bartimaeus jadi kehilangan nyaris semua kesempatan berekspresi dengan selera humornya yang mengguncang langit). 

Sementara itu, Kitty yang menyadari kebutaannya terhadap sihir, melakukan riset terhadap sihir dan menemukan bukti tentang masa lalu Bartimaeus serta hubungan sang jin dengan penyihir Mesir yang hingga kini masih memiliki hati sang jin, Ptolemy.

Setelah insiden dimana Bartimaeus nyaris tewas, Mandrake memutuskan untuk membebaskan Bartimaeus. Namun dengan segera ia menemukan bahwa sang jin dipanggil oleh ‘penyihir lain’ dan tidak merespon pemanggilannya. Hampir disaat bersamaan, Mandrake bertemu kembali dengan Kitty dan kembali terlibat pertengkaran sengit dengan mantan pemimpin Resistance tersebut.

Masih dibutakan oleh kehausan atas kekuasaan dan paranoia tingkat tinggi, Mandrake kembali mengirim Bartimaeus menuju misi berbahaya segera setelah sang jin dapat ia kuasai kembali, tanpa memerdulikan ‘kesehatan’ Bartimaeus. Namun, sepeninggal sang jin tukang gosip itu, Mandrake dan Kitty justru terlibat pemberontakan demon terbesar sepanjang sejarah. 

Tanpa perlindungan Bartimaeus dan di tengah-tengah pembantaian besar-besaran yang dilakukan demon terhadap manusia, mampukah Mandrake bertahan hidup? Dan sekali lagi, sampai dimanakah kekerasan hati Kitty  bertahan saat para penyihir yang dibencinya kini mati satu demi satu di depan matanya? Dan saat Bartimaeus pada akhirnya memiliki kebebasan untuk memilih lagi setelah 2000 tahun berlalu, maukah dia kembali untuk menyelamatkan ‘Nathaniel’ yang telah dibencinya selama bertahun-tahun? 

Terakhir, adakah master yang akhirnya dapat menyamai rasa cinta Bartimaeus terhadap Ptolemy? Jawabannya… ah, ini lho, tisu…


Spin-off: The Ring of Solomon
Buku ini bercerita tentang kehidupan Bartimaeus, jin berusia 2000 tahun pemilik ejekan terbanyak di seluruh dunia. Gara-gara melakukan kesalahan ‘kecil’ (baca: menelan masternya hidup-hidup), Bartimaeus kini menjadi budak dari Khaba, salah satu penyihir berbahaya kepercayaan Solomon, sang raja Jerusalem. 

Pada saat itu, daratan Arabia dikuasai oleh Solomon dengan bantuan Cincin magis yang mampu menjadi portal yang memungkinkan Solomon memanggil sebanyak mungkin demon ke muka bumi. Arabia pun mematuhi Solomon karena campuran rasa takut dan kekaguman.

Setelah nyaris tanpa sengaja melempar batu berukuran raksasa ke kepala Solomon, Bartimaeus dan kompi jinnya kini dikirim untuk menangani pembantaian di jalur perdagangan Jerusalem. Sang jin pun akhirnya bertemu dengan Asmira, satu-satunya yang selamat dari pembantaian. 

Menyembunyikan niat aslinya, Asmira berhasil membujuk Khaba untuk membebaskan Bartimaeus sebagai balasan atas nyawanya yang diselamatkan sang jin. Namun dengan segera, Asmira menyadari bahwa Khaba berkhianat dan ia pun ‘merebut’ Bartimaeus untuk dipekerjakannya sendiri. Tugas pertama Asmira untuk Bartimaeus adalah: membunuh Solomon dan merebut Cincin Solomon untuk dibawa ke Ratu Sheba.

Walaupun memiliki karir tak terpatahkan selama 2000 tahun, Bartimaeus harus terlibat kucing-kucingan dengan puluhan demon berkekuatan besar yang menjadi pelindung Solomon sambil melindungi Asmira. Dalam sekejap, Jerusalem menjadi tempat pertempuran untuk memperebutkan Cincin Solomon. Tapi adakah yang cukup jeli untuk mengetahui kenyataan tentang Solomon sendiri?

---

Kelebihan dari cerita ini berasal dari personalisasi tokoh-tokoh sentralnya yang unik, yaitu Bartimaeus, Nathaniel (John Mandrake), Kitty Jones, juga Asmira, kalau mau melihat spin-off-nya. Nih sedikit review tentang betapa bertentangannya mereka:


Bartimaeus
Bartimaeus adalah jin yang mengalami masa jaya pada 2000 tahun sebelum dipanggil oleh Nathaniel. Ia adalah jin tingkat menengah dengan sejuta keberuntungan, yang menyebabkan dia selalu mampu berkelit dalam situasi berbahaya dan masih hidup hingga 5000 tahun lamanya.

Kelebihan utama (atau kelemahan?) Bartimaeus ada pada kemampuannya untuk membuat semua orang sebal terhadapnya. Ia memiliki persediaan ejekan yang tiada habis, dan tidak terlalu memperdulikan hukuman yang diterimanya dari penyihir akibat lidahnya yang tak bertulang (kalau dia punya lidah sih). Kelebihan utamanya ini sebenarnya ditunjang dengan kecerdasannya yang (kalau saya boleh menyimpulkan) sangat tinggi dibandingkan demon lainnya. Bartimaeus menggunakan kecerdasannya ini untuk mengakali siapa saja, menyabet kesempatan apa saja dan melenggang santai setelahnya (aduh… ketularan gaya bahasa Bartimaeus ini sepertinya, maafkan… ).

Namun demikian, Bartimaeus memiliki sisi lembut yang hanya ditunjukkan pada Ptolemy. Loyalitas Bartimaeus terhadap Ptolemy adalah yang tertinggi, sampai ke taraf kesediaan Bartimaeus mengorbankan diri untuk sang penyihir. Alasannya? Ada tuh di Ptolemy’s Gate ^^

Bartimaeus ini memiliki banyak nama, misalkan Sakhr-Al-Jinni, N’gorso, dan yang spesial untuknya adalah Rekhyt, nama yang diberikan Ptolemy. Selain Ptolemy, Bartimaeus menganggap rendah manusia dan terutama, pernyihir. Ia tanpa sengaja mengetahui nama lahir Mandrake, yaitu Nathaniel, dan ini (sedikit) menyejajarkannya dengan sang penyihir muda. Bartimaeus membenci Nathaniel, seperti halnya ia membenci penyihir lainnya, dan selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan sang master.


Nathaniel (John Mandrake)
Sebagian besar buku pertama akan menyebutkan Nathaniel, sebagian besar buku kedua akan menyebutkan Mandrake, dan buku ketiga membagi keduanya nyaris hampir sama. Nathaniel memiliki masa kecil yang menyedihkan, dimana ia dijual oleh kedua orang tuanya karena alasan ekonomi. Ia tumbuh menjadi bocah tertutup dan tidak pernah bergaul dengan sesamanya.

Nathaniel memiliki kehausan luar biasa terhadap ilmu pengetahuan, dan hal ini ditunjang dengan otaknya yang encer. Namun demikian, master penyihirnya yang skeptis tidak mengakui kehebatan Nathaniel dan hal tersebut membuat sang bocah frustasi. Puncak rasa frustasi Nathaniel tumpah menjadi pemanggilan terhadap Bartimaeus dan pencurian Amulet Samarkand, yang membuka cerita trilogi ini.

Dengan menggunakan nama John Mandrake, Nathaniel mengunci diri aslinya yang rapuh dan kesepian. Setelah lepas dari master pertamanya, ia tumbuh menjadi remaja jenius yang disegani di kalangan penyihir. Mandrake menjadi kesayangan Perdana Menteri dan dengan mudah mengungguli orang-orang yang meremehkannya di masa lalu.

Namun, seperti halnya remaja lainnya, Mandrake terus terhubung dengan keinginannya untuk mencari tempat yang terbaik untuknya. Ia ingin aman, ingin diakui  serta ingin berkuasa, dan efek sampingnya ia menjadi paranoid.

Mandrake membenci Bartimaeus, namun mengakui bahwa jin tersebut merupakan jin paling efektif yang pernah ia miliki, dan juga satu-satunya jin yang mengetahui nama lahirnya, sehingga ia selalu mempergunakan Bartimaeus dengan sangat hati-hati. Sedangkan hubungan Mandrake dan Kitty, hmm… seperti simbiosis parasitisme. Mandrake sangat memandang rendah Kitty, dan didukung dengan kekalahan-kekalahan telaknya melawan sang pemimpin Resistance, ia pun juga membenci Kitty.  

Sedikit kontras dengan kebencian demi kebencian yang menumpuk dalam hati Mandrake, ia merupakan remaja cerdas dengan tingkat kepercayaan diri jauh diatas rata-rata. Ia memiliki kemampuan menganalisis situasi seperti halnya Bartimaeus, yang makin terasah seiring ia dewasa, namun hal tersebut justru sering menempatkannya pada situasi hidup dan mati, sambil membawa-bawa sang jin, tentunya. Kalau menurut saya, kelemahan terbesar dari Mandrake justru adalah diri kecilnya yang bernama Nathaniel…


Kitty Jones
Berbeda kontras dengan Mandrake, Kitty adalah commoner, manusia biasa yang tidak dikaruniai kemampuan menyihir. Karena sebuah insiden yang nyaris membuatnya terbunuh, ia menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan bertahan terhadap sihir. Kitty menggunakan kemampuan tersebut untuk membangun Resistance, kelompok kecil berisi orang-orang dengan ‘kelebihan’ serupa dengan dirinya untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.

Sudut pandang Kitty yang dipenuhi ketidakpercayaan terhadap penyihir semakin kuat ketika kelompok Resistance-nya dibantai oleh Honorius, namun juga memberikan pemahaman pada Kitty tentang ketidakberdayaan yang ia miliki. Pertemuannya dengan Bartimaeus saat keduanya berada dalam kuasa Mandrake mengawali keingintahuan Kitty terhadap Dunia Lain, dunia asal para demon.

Kitty memiliki kemauan keras dan tidak mudah dibantah, sekalipun oleh Mandrake. Persamaannya dengan Mandrake adalah bahwa keduanya sama-sama mengalami perlakuan tidak adil bertubi-tubi di masa muda mereka. Kitty, yang tidak seberuntung Mandrake memiliki kualitas gabungan antara keras kepala dan kemampuan survival yang hebat.

Ia tidak pernah sungguh-sungguh menampilkan emosi aslinya di depan orang lain. Kitty menggunakan topeng kepribadian yang bermacam-macam sehingga dapat membaur dengan banyak orang, terutama setelah ia kehilangan hampir seluruh anggota Resistance-nya.  


Asmira
Tokoh yang hanya muncul di Ring of Solomon ini di benak saya mirip dengan gambaran Kagura Mikazuchi di Fairy Tail. Asmira cerdas, memiliki keberanian tinggi dan loyalitas yang tak perlu dipertanyakan. Ia merupakan prajurit terbaik yang dikirim oleh Ratu Balkis, penguasa Sheba untuk membunuh Raja Solomon di Jerusalem.

Asmira dikaruniai kemampuan tinggi dalam pertahanan diri, termasuk terhadap demon (dengan bersenjatakan perak), dan juga memiliki kemampuan memanggil makhluk halus, seperti halnya pendeta matahari yang lain. Loyalitas Asmira digambarkan sebagai blindfold yang mencegah Asmira bertindak rasional dan menggunakan akal sehat (ini kata Bartimaeus lho).

Agak sulit juga mendeskripsikan Asmira, tapi yang jelas, dia mengalami perubahan kepribadian yang cukup drastis dari orang berpikiran tertutup menjadi jauh lebih bijaksana, tanpa mengurangi keberanian yang sudah ia miliki sejak awal.

---

In My Eyes:

Phew, kalau boleh dibilang, versi The Ring of Solomon adalah yang paling ‘ceria’ diantara keempat buku diatas. Boleh dibilang juga, selera humor Bartimaeus dalam buku tersebut jauh lebih ‘mengerikan’. Kalau triloginya sudah membuat saya ngakak sambil geleng-geleng kepala keheranan dengan ide cemerlang Bartimaeus, boleh dibilang si spin-off ini membuat saya gegulingan sambil berjuang berhenti tertawa. Boleh dibilang lagi sih, kalau The Ring of Solomon merupakan obat yang mujarab setelah kisah trilogi yang rilis sebelumnya.

Emangnya kenapa dengan kisah triloginya? Hahaha, saya tidak mau komentar di bagian ini.

Kisah trilogi Bartimaeus merupakan campuran yang tidak sederhana dari intrik dan humor. Sisi lucu dan sisi dark berjalan beriringan dengan kecepatan yang sama, menjadikannya cerita yang memiliki kemampuan untuk bermain dengan emosi pembacanya. Dalam satu titik, kita akan disuguhi kepolosan Nathaniel yang berubah menjadi ketamakan Mandrake, di titik lain kita disuguhi kekeraskepalaan Kitty, dan di titik lain kita disuguhi luka masa lalu dan kebencian Bartimaeus. Tapi, di sisi lain kita akan menemukan kekonyolan perilaku Nathaniel (dan juga Mandrake sih), dan yang mendominasi kocokan lambung, humor ngejleb Bartimaeus.

Menurut saya, buku yang paling seru adalah buku ketiga dari trilogi ini. Selain memberikan konklusi dari cerita luar biasa ini, buku ketiga juga sarat dengan pertentangan batin dari masing-masing tokoh utama (ini mencakup Bartimaeus lho) dengan tanpa melupakan humor sama sekali. Ending… ah, bagaimana saya menjelaskan ya? Sudahkah saya bilang bahwa saya banjir air mata saat pertama kali membacanya? Eniwei, banjir air mata ini masih terjadi setiap saya membaca kembali bagian endingnya ini (setelah agak lama tidak membaca tentunya).

Cerita ini jelas fiktif, jelas tidak masuk akal, jelas hanya imajinasi, jelas tidak mungkin jadi nyata, dan jelas-jelas lumayan panjang untuk diikuti. Tapi novel ini punya daya tarik kuat yang memungkinkan pembacanya untuk tersedot masuk ke dalam dunia yang dihuni Bartimaeus dan Nathaniel. Deskripsi yang detil dan gaya bahasanya yang unik mengajak kita memvisualisasi apa-apa yang sedang disaksikan Bartimaeus, Nathaniel, Kitty, dan juga Asmira.

Kekuatan lain dari serial ini adalah kemampuan sang pengarang menghubungkan kehebatan Bartimaeus dengan berbagai sejarah lama, baik di Mesir, Praha, dan Yunani. Sebut saja Tembok Besar Praha (Prague Great Wall), tenggelamnya Atlantis, juga cerita Nefertiti dan Sphinx. Deskripsi hubungan Bartimaeus dengan Jerusalem, Asiria, Babilonia dan Sheba juga muncul lumayan mendetil. Berubahnya aliran sungai Mesopotamia dan Legenda Minotaur juga jadi bagian deskripsi karir Bartimaeus di novel ini. Menurut saya, yang paling fantastis adalah cerita tentang Solomon dan Cincin Magis yang ia gunakan. Termasuk kemampuan Cincin memanggil ribuan entitas makhluk halus, penolakan lamaran Solomon, deskripsi perjalanan Ratu Balkis dari Sheba yang singkat tapi akurat, dan istana Solomon yang memang mirip dengan cerita yang sudah pernah saya dengar sejak kecil.

Ya tentu saja lah, semua itu merupakan parodi, tapi tetap saja, kemampuan Jonathan Stroud menggabungkan kesemuanya itu kedalam satu kepribadian bersejarah yang ia namai Bartimaeus merupakan sesuatu yang patut diacungi jempol. Kemampuan parodi ini membengkak ke arah yang hebat dan memberikan jaminan ngakak guling-guling pada spin-off ­dari trilogi ini, The Ring of Solomon.

Oke, sekarang kita beranjak ke *ehm* kelemahan dari novel ini. Novel ini disampaikan dalam tiga POV (point of view), yaitu dari Bartimaeus sendiri, Nathaniel dan Kitty (dan pada Ring of Solomon terdapat POV Asmira). Dengan kepribadian ketiganya yang lumayan (sangat) berbeda, maka sepertinya POV-POV tersebut akan memiliki fans sendiri-sendiri.

Yah, jujur saja sih, berhubung saya adalah orang berkepribadian ceria *halah* maka membaca POV dari Kitty, walaupun menarik, namun tidak semenarik POV Bartimaeus dan Nathaniel. POV Kitty mulai muncul di buku kedua, The Golem’s Eye, dan jujur saja, saya baru benar-benar tertarik dengan POV Kitty di setengah akhir buku ketiga.

POV favorit saya, jelas saja, POV Bartimaeus, yang banyak mengandung catatan kaki alias footnote yang informatif dan konyol sekaligus. Biasanya pada catatan kaki, sang jin akan membeberkan penjelasan tentang apa yang sedang ia bicarakan, biasanya sambil disertai dengan narsisme tingkat tinggi dan sikap merendahkan terhadap manusia. Lucunya, cara penyampaian Bartiameus yang blak-blakan malah membuat saya betah membaca POV miliknya.

POV Nathaniel sedikit lebih kelam dari POV Bartimaeus, dan penuh dengan segala macam hal manusiawi, seperti misalnya rasa frustasi, rasa takut, dan kepercayaan diri yang naik turun. Tapi justru pertentangan internal antara Mandrake dan Nathaniel menurut saya menarik. POV yang juga saya suka adalah POV Asmira, yang penuh dengan petualangan, mulai dari Sheba sampai di punggung Solomon. Personally, saya suka personalisasi Asmira dan perubahan cara pikir yang ia alami selama ia bersama Bartimaeus :)

Heh? Kok sudah panjang? Well, that’s it. Saya sih, merekomendasikan novel ini untuk yang menyukai bacaan berbobot dan penuh cerita historis, tanpa membuang unsur humor dan sarkasme unik. Unsur psikologis sebenarnya juga cukup menonjol jadi bisa deh saya rekom untuk penyuka serial yang mengeksplor kepribadian tokoh-tokohnya. Yang suka cerita action, deskripsi aksi Bartimaeus dkk di novel ini sangat detil, jadi saya rekom juga. Untuk penyuka cerita ringan, saya menyarankan The Ring of Solomon sebagai pilihan, tapi saya pikir cerita triloginya juga ndak berat-berat amat kok jadi bisa lah saya rekom keempat-empatnya, hahahaha *gak konsisten*

Intinya, cerita Bartimaeus memiliki aura yang berbeda diantara sekian banyak tebaran cerita yang merupakan hibrida dari magis, action dan petualangan. Sayang untuk tidak dibaca, dan sayang untuk tidak segera diangkat ke layar lebar *whooooiii… yang merasa produser, whoooooiiii! Ayolah cepetan dirilis movienyaaa*


---
dan saya masih menunggu kabar rilis movie ini, hohoho ^^ 

Sabtu, 10 Agustus 2013

'Maaf'

Apalah arti sebuah kata 'maaf'?

Segalanya.
Atau,
Bukan apa-apa.

Bukan hal sulit untuk memaafkan,
memang sih,
tapi ada beberapa hal yang menyebabkan agak sulit untuk memberikan sebuah kata sederhana sebagai balasan permintaan maaf...

Dendam?
Entah ya? Saya lebih memilih menyebut sebagai 'khawatir'
Khawatir jika saya memaafkan dia, maka dia akan kembali mengecewakan saya bertubi-tubi seperti yang sering dia lakukan di masa lalu..

Bukan yang pertama kali buat saya menghadapi dilema seperti itu,
Separuh dari saya ingin memaafkan, namun separuh lagi tidak.
Saya tergoda untuk membiarkan silaturahmi kami terputus, tak peduli betapapun dia meminta,

Hidup ini cuma sekali,
apa salahnya sih menyambung silaturahmi?
Nah, apa salahnya sih memutuskan silaturahmi dengan orang yang tidak pernah menghargai kita sama sekali?

Saya bukan malaikat lho...

Intinya,
saya kapok berhubungan dengan orang tersebut.

Salahkah?

Haha,
Di dunia ini, ada beberapa orang yang sebaiknya kita hindari sampai dengan pemutusan silaturahmi,
Dengan alasan: melindungi diri sendiri

Yah, itulah hidup,
Mau tidak mau, pasti ada saatnya kita memilih tidak memaafkan daripada mengambil risiko dengan memberikan maaf yang sia-sia...

Pada akhirnya, sayalah yang harus meminta maaf,
'Maaf, saya belum bisa mempercayaimu...'

Senin, 22 Juli 2013

Juli 2011 - Juli 2013

Sejuta cerita,” adalah satu-satunya kalimat yang bisa menggambarkan apa yang terjadi dalam rentang waktu itu,
Sekian banyak tawa, sekian banyak kekecewaan, sekian banyak pertemuan dan sekian banyak perpisahan, semua terangkum dalam dua tahun penuh warna selama saya kuliah magister,
What the? Saya kuliah magister bukan untuk cari masalah tapi…

Tapi kenyataannya memang banyak permasalahan yang muncul, dan bukan hanya sekedar banyak,
Banyak sekali, ehehehe XD

Dua tahun sekolah magister, saya disuguhi sekian banyak macam manusia yang bahkan lebih variatif dibanding dua puluh tiga tahun saya hidup,
Tanpa saya sadari, justru yang banyak saya pelajari bukannya masalah materi perkuliahan (karena perkuliahan saya amat sangat membahagiakan, hohoho), tapi bagaimana terus hidup dan terus tersenyum apapun yang terjadi,
Kenapa?
Karena permasalahan akan terus muncul, terus dan terus, dan selama kita masih bernapas maka masalah itu akan selalu ada,
Tinggal bagaimana saya menghadapinya :)

Bisa dibilang, selama tahun 2012, saya seperti kitiran, muter sana-muter sini, mencari tempat dimana saya harus berpijak, mencari rasa aman dan rasa terlindungi, menjauhkan diri dari rasa khawatir dan takut kehilangan,
Uniknya, selepas tahun 2012 saya menemukan bahwa saya sudah berpijak di tempat saya ingin berada, dan saya sadar bahwa tak ada yang lebih bisa membuat saya merasa aman dan terlindungi, selain diri saya sendiri,
Well, to tell you the truth, ada harga yang luar biasa mahal yang harus saya bayar demi melewati 2012,
Harga yang tak semua orang tahu karena saya selalu ketawa ketiwi ngalor ngidul, ahahaha XD
Jangan ditanya, karena bakal butuh SATU BLOG SENDIRI buat menjelaskan apa yang terjadi sejak 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2012 *halah, lebay*

Nope, seriously, kalau ditanya kapan saat-saat tersulit dalam dua puluh lima tahun hidup saya, itu adalah sepanjang tahun 2012 :’)

Heran juga kok saya masih hidup setelah sempet jadi butiran debu *heh*
Dan ternyata saya masih punya LIVER lho sodara-sodara, hehehehehe XD

Setelah 2012 yang penuh konflik, saya menemukan diri saya menjadi beberapa tingkat lebih dewasa dibandingkan tahun 2011,
Dan saya pun sadar, mungkin karena saya yang tahun 2011 ‘masih seperti itu’-lah, sehingga saya pun dipisahkan Tuhan dari salah satu mimpi terindah yang pernah saya punya,
Dengan cara yang mengenaskan pula, ahahaha XD
Etapi toh sekarang saya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala :p

2013, saya akhirnya sadar kenapa saya mengalami segala macam hal di 2012, kenapa saya dihadapkan pada sekian banyak orang yang bermacam-macam, kenapa saya diharuskan melalui fase-fase yang saya sama sekali tidak suka,
Itu semua karena hidup saya baru saja akan dimulai,
The real one, on my own,

Dua tahun yang lalu, saya ingat pernah bertanya pada saudara saya, “Gimana caramu terus tersenyum?”
Dan dia menjawab agak kebingungan, “Itu… lirik lagu?”
*ngakak*
Yah, sekarang kalau saya lihat kembali sih… iya sih ya… itu kalimat kok berasa kayak lirik lagu ya? *ngakak*

Dulu saya selalu berpikir bahwa orang lain-lah yang merubah saya,
Dan memang, ada beberapa orang dalam kehidupan saya yang memiliki andil besar dalam pembentukan kepribadian saya yang terus berubah sejak saya masuk kepala dua,
Seumur hidup, saya berhutang budi pada mereka, karena seandainya tidak ada mereka, tidak akan ada saya yang sekarang ini,
Hanya saja,
Ternyata sebesar apapun, tetap kita sendirilah yang membuat perubahan terbesar, tentang bagaimana kita memutuskan untuk menanggapi kehidupan dan segala macam bebatuan yang kita temukan di perjalanan kita menuju akhir…

Dua puluh lima tahun, akhirnya saya sampai di titik ini, sebuah poin dimana saya sadar bahwa hidup ini indah,  bukan karena semata-mata takdir, tapi karena kita yang memilih untuk membuatnya indah :)

Oh well… where is my sense of emergency anyway? I kinda lose it for good…


#np Shooting Star, Owl City